Orang Yang Tidak Mampu Tetapi Menikah..

Dari Sahl bin Sa'ad (dia berkata): Bahwasanya telah datang seorang perempuan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam seraya berkata: "Wahai Rasulullah, aku datang untuk memberikan (menghibahkan) diriku kepadamu." Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melihat kepadanya. Beliau melihat kepadanya ke atas dan ke bawah berulang kali, kemudian beliau menundukkan pandangannya. Maka tatkala perempuan itu melihat bahwasanya beliau tidak memutuskan sesuatu tentang dirinya dia pun duduk. Maka berdirilah seorang laki-laki dari shahabat beliau, lalu laki-laki itu berkata: "Wahai Rasulullah, kalau sekiranya engkau tidak mempunyai hajat kepadanya, maka nikahkanlah aku dengannya."
Maka beliau bertanya (kepada laki-laki itu): "Apakah engkau mempunyai sesuatu (sebagai maharnya)?"
Laki-laki itu menjawab: "Tidak (punya), demi Allah wahai Rasulullah."
Beliau bersabda: "Pergilah kepada keluargamu, kemudian lihatlah, apakah engkau mempunyai sesuatu?"
Maka laki-laki itu pun pergi kemudian kembali dan berkata: Tidak ada, demi Allah wahai Rasulullah."
Beliau bersabda: "Lihatlah kembali (barangkali engkau mempunyai sesuatu) meskipun (hanya) sebuah cincin besi!"
Maka laki-laki itu pun pergi kemudian kembali dan berkata: "Tidak ada, demi Allah wahai Rasulullah walaupun (hanya) sebuah cincin besi. Akan tetapi inilah kain saya (hanya inilah yang saya punya)."
Sahl berkata: Kain (yang dia punya itu) tidak ada ridaa' (selendangnya). Maka dia akan memberikan kepada perempuan itu setengah dari kainnya itu (sebagai maharnya).
Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallm bersabda (kepadanya): "Apakah yang bisa kau perbuat dengan kainmu itu? Kalau kau pakai kain itu, maka perempuan ini tidak bisa memakainya, dan kalau perempuan ini yang memakainya, maka kau pun tidak bisa memakainya."
Kemudian laki-laki itu pun duduk sampai lama duduknya. Kemudian dia berdiri (pergi). Maka ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallm melihat laki-laki itu pergi beliau memerintahkan orang untuk memanggilnya. Maka setelah laki-laki itu datang beliau bersabda: "Apakah yangada padamu dari (surat-surat) Al-Qur'an? (Yakni surat-surat yang engkau hapal)."
Laki-laki itu menjawab: "Surat ini dan itu." Lalu dia menyebutkan beberapa surat.
Beliau bersabda: "Apakah engkau hapal (surat-surat tersebut)?"
Laki-laki itu menjawab: "Ya."
Beliau bersabda: "Pergilah (bawalah perempuan ini), karena sesungguhnya aku telah nikahkan engkau dengan perempuan ini dengan (mahar) apa yang ada padamu (yang engkau hapal) dari (surat-surat) Al-Qur'an." (HR. Bukhari no. 5126 dan Muslim no. 1425)

Imam Bukhari di kitab Shahihnya bagian kitab Nikah (Bab: 15) telah memberikan judul bab seperti di atas (kecuali tambahan kata "tetapi"), yang merupakan fiqih beliau. Kemudian beliau mengatakan (memberikan alasan): Karena berdasarkan firman Allah Ta'ala:
"Jika mereka miskin, niscaya Allah akan memberikan kemampuan kepada mereka dari sebagian karunia-Nya (An-Nuur: 32). Kemudian Al-Imam meriwayatkan hadits di atas.

Al-Hafizh Ibnu Hajar menjelaskan maksudnya: "Walhasil, bahwa kemiskinan ketika itu (ketika akan nikah) tidak menghalanginya untuk menikah. Karena mungkin saja dia akan memperoleh harta di kemudian hari."

Yakni, kekayaan dan kemiskinan sifatnya nisbi. Sekarang kaya besok miskin. Sekarang miskin besok kaya. Semuanya bejalan sesuai dengan takdir dari Rabbul 'alamin. Sedangkan kita berjalan dari satu takdir Allah ke satu takdir Allah yang lain. Bahwa takdir harus dilawan dengan takdir juga. Takdir lapar dan haus, harus kita lawan dengan makan dan minum sehingga hilanglah rasa lapar dan dahaga. Kedua-duanya adlah takdir.

Kemiskinan adalah takdir. Maka harus kita lawan dengan takdir lain, yaitu berdo'a dan berlindung kepada Allah dari kefaqiran dan kemiskinan sebagaimana do'a Nabi yang mulia shallallahu 'alaihi wa sallam.

Kemudian dengan menjalani sebab-sebab yang Allah telah tetapkan dan tentukan atau yangkita kenal dengan nama Sunatullah. Yaitu dengan jalan berusaha atau bekerja yang akan menutupi hajat kita atau menghilangkan kemiskinan yang ada pada kita dengan izin Allah.

Akan tetapi karena sebab yang akan dijalani itu ada dua macam sebab: Yaitu sebab yang syar'i dan tidak syar'i. Atau dengan kata lain yang halal dan yang haram, maka kewajiban kita adalah menjalani sebab yang syar'i atau yang halal. Tidak boleh atau terlarang menjalani sebab yang tidak syar'i atau yang haram.

Oleh karena itu bagi setiap pemuda yang akan menikah, dan ketika itu keadaannya masih miskin -dan hal ini tidak menjadi penghalang baginya untuk tetap menikah apabila keinginan dan dorongan syahwatnya demikian kuatnya demi memelihara dan menjaga kesopanan dirinya agar tidak terjerumus ke dalam dosa- maka dia harus merobah takdirnya ini dengan takdir lain yang menjadi lawannya seperti yang telah diterangkan di atas.

Hal ini disebabkan karena Rabbul 'alamin telah berfirman kepada kita secara umum:
"Sesungguhnya Allah tidak akan merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri." (Ar-Ra'd: 11)

"Yang demikian (siksaan) itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merobah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada sesuatu kaum, hingga kaum itu merobah apa yang aa pada diri mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (Al-Anfaal: 53)

Yakni, satu kaum yang Allah telah memberikan nikmat kepada mereka, tetapi kemudian mereka tidak taat dan tidak bersyukur lagi, maka Allah mengganti nikmat-Nya itu dengan siksaan-Nya. Akan tetapi selama kaum itu ta'at dan bersykur kepada Allah, maka Allah tidak akan mengganti nikmat-Nya itu dengan siksaan-Nya. Perubahan yang terjadi itu diserahkan kepada diri-diri mereka karena itu adalah akibat dari hasil usaha mereka sendiri.

Bahwa Allah Jalla Dzikruhu tidak akan merobah nasib seseorang atau satu kaum sehingga mereka merobah apa yang ada pada diri mereka. Dan kedua-duanya adalah dari takdir Allah 'Azza wa Jalla. Kembali semuanya diserahkan kepada kehendak Allah. Kalau Allah mau, maka Allah akan menghapuskannya dari kamu. Dan kalau Allah mau, maka Allah akan menetapkannya bagi kamu sebagaimana firman Allah Jalla Dzikruhu:
"Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauh Mahfuzh)." (Ar-Ra'd: 39)

Kemudian perhatikanlah hadits yang memberikan harapan yang sangat besar di bawah ini:
Dari Abi Hurairah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda: "Tiga orang yang sudah pasti mereka akan mendapat pertolongan Allah:
1. Mujahid yang (berperang) di jalan Allah.
2. Seorang budak yang berusaha menebus (membayar) dirinya.
3. Dan seorang laki-laki yang menikah karena hendak menjaga kesopanan dirinya." (Hadits hasan. Telah dikeluarkan oleh Imam Tirmidzi no. 1655, Nasaa-i no. 3120 & 3218, dan Ibnu Majah no. 2518, dan selain mereka. Imam Tirmidzi mengatakan: "Hadits ini hasan").

Abu Muhammad Herman

Dikutip dari buku "Pernikahan & Hadiah Untuk Pengantin", Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat, hlm. 30-39)
READ MORE - Orang Yang Tidak Mampu Tetapi Menikah..

Orang-orang Yang Didoakan Malaikat

Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman, "Sebenarnya (malaikat - malaikat itu) adalah hamba-hamba yang dimuliakan, mereka tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah - perintah-Nya. Allah mengetahui segala sesuatu yang dihadapan mereka dan yang dibelakang mereka, dan mereka tidak memberikan syafa'at melainkan kepada orang - orang yang diridhai Allah, dan mereka selalu berhati - hati karena takut kepada-Nya." (Qs. Al Anbiyaa': 26-28)

Inilah orang-orang yang didoakan oleh para malaikat:

1. Orang yang tidur dalam keadaan bersuci.

Imam Ibnu Hibban meriwayatkan dari Abdullah bin Umar radliyallaahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa yang tidur dalam keadaan suci, maka malaikat akan bersamanya di dalam pakaiannya. Dia tidak akan bangun hingga malaikat berdoa 'Ya Allah, ampunilah hambamu si fulan karena tidur dalam keadaan suci.'" (hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wat Tarhib I/37)

2. Orang yang duduk menunggu shalat.

Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah radliyallaahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Tidaklah salah seorang diantara kalian yang duduk menunggu shalat, selama ia berada dalam keadaan suci, kecuali para malaikat akan mendoakannya 'Ya Allah, ampunilah ia. Ya Allah sayangilah ia.'" (Shahih Muslim no. 469)

3. Orang-orang yang berada di shaf bagian depan di dalam shalat.

Imam Abu Dawud (dan Ibnu Khuzaimah) dari Barra' bin 'Azib radliyallaahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada (orang - orang) yang berada pada shaf - shaf terdepan." (hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud I/130)

4. Orang-orang yang menyambung shaf (tidak membiarkan sebuah kekosongan di dalam shaf).

Para Imam yaitu Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Al Hakim meriwayatkan dari Aisyah radliyallaahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya Allah dan para malaikat selalu bershalawat kepada orang - orang yang menyambung shaf - shaf." (hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wat Tarhib I/272)

5. Para malaikat mengucapkan 'Amin' ketika seorang Imam selesai membaca Al Fatihah.

Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah radliyallaahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Jika seorang Imam membaca 'ghairil maghdhuubi 'alaihim waladh dhaalinn', maka ucapkanlah oleh kalian 'aamiin', karena barangsiapa ucapannya itu bertepatan dengan ucapan malaikat, maka ia akan diampuni dosanya yang masa lalu." (Shahih Bukhari no. 782)

6. Orang yang duduk di tempat shalatnya setelah melakukan shalat.

Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah radliyallaahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Para malaikat akan selalu bershalawat kepada salah satu diantara kalian selama ia ada di dalam tempat shalat dimana ia melakukan shalat, selama ia belum batal wudhunya, (para malaikat) berkata, 'Ya Allah ampunilah dan sayangilah ia.'" (Al Musnad no. 8106, Syaikh Ahmad Syakir menshahihkan hadits ini)

7. Orang-orang yang melakukan shalat shubuh dan 'ashar secara berjama'ah.

Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah radliyallaahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Para malaikat berkumpul pada saat shalat shubuh lalu para malaikat ( yang menyertai hamba) pada malam hari (yang sudah bertugas malam hari hingga shubuh) naik (ke langit), dan malaikat pada siang hari tetap tinggal. Kemudian mereka berkumpul lagi pada waktu shalat 'ashar dan malaikat yang ditugaskan pada siang hari (hingga shalat 'ashar) naik (ke langit) sedangkan malaikat yang bertugas pada malam hari tetap tinggal, lalu Allah bertanya kepada mereka, 'Bagaimana kalian meninggalkan hambaku?', mereka menjawab, 'Kami datang sedangkan mereka sedang melakukan shalat dan kami tinggalkan mereka sedangkan mereka sedang melakukan shalat, maka ampunilah mereka pada hari kiamat.'" (Al Musnad no. 9140, hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir)

8. Orang yang mendoakan saudaranya tanpa sepengetahuan orang yang didoakan.

Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ummud Darda' radliyallaahu 'anhu, bahwasannya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Doa seorang muslim untuk saudaranya yang dilakukan tanpa sepengetahuan orang yang didoakannya adalah doa yang akan dikabulkan. Pada kepalanya ada seorang malaikat yang menjadi wakil baginya, setiap kali dia berdoa untuk saudaranya dengan sebuah kebaikan, maka malaikat tersebut berkata 'aamiin dan engkaupun mendapatkan apa yang ia dapatkan.'" (Shahih Muslim no. 2733)

9. Orang-orang yang berinfak.

Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah radliyallaahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Tidak satu hari pun dimana pagi harinya seorang hamba ada padanya kecuali 2 malaikat turun kepadanya, salah satu diantara keduanya berkata, 'Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfak.' Dan lainnya berkata, 'Ya Allah, hancurkanlah harta orang yang pelit.'" (Shahih Bukhari no. 1442 dan Shahih Muslim no. 1010)

10. Orang yang makan sahur.

Imam Ibnu Hibban dan Imam Ath Thabrani, meriwayaatkan dari Abdullah bin Umar radliyallaahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada orang - orang yang makan sahur." (hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhiib wat Tarhiib I/519)

11. Orang yang menjenguk orang sakit.

Imam Ahmad meriwayatkan dari 'Ali bin Abi Thalib radliyallaahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Tidaklah seorang mukmin menjenguk saudaranya kecuali Allah akan mengutus 70.000 malaikat untuknya yang akan bershalawat kepadanya di waktu siang kapan saja hingga sore dan di waktu malam kapan saja hingga shubuh." (Al Musnad no. 754, Syaikh Ahmad Syakir berkomentar, "Sanadnya shahih")

12. Seseorang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain.

Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari Abu Umamah Al Bahily radliyallaahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Keutamaan seorang alim atas seorang ahli ibadah bagaikan keutamaanku atas seorang yang paling rendah diantara kalian. Sesungguhnya penghuni langit dan bumi, bahkan semut yang di dalam lubangnya dan bahkan ikan, semuanya bershalawat kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain." (dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Kitab Shahih At Tirmidzi II/343)

Maraji':
Disarikan dari buku Orang-Orang yang Didoakan Malaikat, Syaikh Fadhl Ilahi, Pustaka Ibnu Katsir, Bogor, Cetakan Pertama, Februari 2005

***
READ MORE - Orang-orang Yang Didoakan Malaikat

Wahai Anakku, Kami Menginginkan Pahala Itu

Ya Bunayya,..engkau buah hati kami. Padamu tergantung masa depan kami. Dunia kami dan akhirat kami. Hilang letih dan lelah kami ketika melihat engkau beranjak dewasa tumbuh dengan akhlak mulia.

Wahai anakku,… engkau hidup di penghujung zaman yang semakin banyak kerusakan dan fitnah yang menyambar setiap detik nafasmu. Jikalau tidak engkau bergantung pada Zat Yang Maha Kuat dan Kuasa pada siapa lagi engkau kan berlari.

Kami tidak perduli melihat para orang tua yang sibuk memilih dunia untuk belahan jiwa mereka. Yang berkorban dengan apa saja agar anak-anaknya berhasil meraih pangkat dan kedudukan di hati manusia. Yang bila mana kami lupa memanggil anaknya dengan nama biasa, maka mereka akan segera tergesa-gesa meralat,.. maaf anak kami adalah seorang dokter panggillah nama depannya dengan jabatannya.

Duhai penyejuk hati yang gundah,… kami menginginkan dunia hanya sebagai bekal untukmu menuju akhirat yang abadi. Karena itu kami tidak kecewa bila mendapati nilai C pada matematikamu atau fisikamu. Tetapi sungguh kami akan menangis dan berduka bila engkau lalai pada perintah Rabbmu.

Duhai penyejuk mata,…. di hari yang semakin mendekati kepunahan. Tak lelah kami mendidikmu dengan Al-Qur’an. Betapa engkau sangat kami inginkan menjadi penghafal dan pengamal Al Qur’an. Siang malam kami bersabar dan tak kecewa membetulkan bacaanmu yang yang tertatih-tatih dan terlupa dari satu ayat Al-Qur’an.Demikian pula doa senantiasa kami panjatkan untuk kalian agar Allah memberi kemudahan.

Untukmu bunayya,… bersabarlah di hari yang sulit ini. Sungguh engkau akan menikmati jerih payahmuketika dewasa nanti.Janganlah engkau lupakan kami dalam doamu .Semoga Allah di kemudian hari, memberi kelapangan pada kubur kami yang sempit nanti.

Ya bunayya,…. engkau pasti kan bertanya, mengapa orang tua kami melakukan hal ini untuk kami? Jawabnya,… karena ia adalah suatu kebiasaan yang telah di wariskan oleh para pendahulu kita(salafus shalih).Begitu pula telah kami dapati dalam ucapan Nabimu yang mulia shalallahu alaihi wassalam diriwayatkan dari Buraidah bin Hushaib radhiyallahu anhu ia berkata: “Pernah ketika aku sedang berada di sisi Rasulullahshalallahu alaihi wassalam maka aku pernah mendengar beliau bersabda,

“Al-Qur’an itu akan menemui ahlinya pada hari kiamat ketika kubur telah terbelah seperti seorang laki-laki yang berwajah putih berseri. Ia berkata pada laki-laki tadi,”Apakah kamu mengenaliku?” dia menjawab,”Aku tidak mengenalimu” Ia berkata,”Aku adalah temanmu, Al-Qur’an yang dulu selalu membuat kering tenggorokanmu di siang hari dan begadang di malam hari. Dan setiap pedagang tentulah mengharapkan keuntungan dari barang dagangannya, dan kamu pada hari ini mendapatkan keuntungan dari usahamu.”Kemudian di berikan untuknya kerajaan di tangan kanannya dan keabadian (surga) ditangan kirinya, di letakkan mahkota kebesaran di kepalanya, dan dikenakan bagi kedua orangtuanya dua pakaian (teramat indah) yang belum pernah dikenakan oleh penduduk bumi. Keduanya berkata: ”Dengan amalan apa kami bisa memperoleh pakaian seperti ini?” Dikatakan: “Dengan (kesabaran)mu dalam mengajarkan Al-Qur’an kepada anak-anakmu” Kemudian diperintahkan kepadanya, Bacalah (Al-Qur’an) dan naikilah tangga-tangga surga dan masuklah ke kamar-kamarnya” Maka dia terus naik (derajatnya) selama dia membacanya dengan cepat atau dengan cara tartil (perlahan-lahan)” (HR. Ahmad)1

Dan juga dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu yang marfu’ (sampai) kepada Nabi shalallahu alaihi wassalam beliau bersabda,

“…. dan dikenakan kepada kedua orangtuanya dua pakaian indah yang tidak bisa dinilai dengan dunia dan seisinya. Keduanya berkata, “Ya Rabb, Bagaimana kami bisa mendapatkan balasan seperti ini !! dikatakan :”Dengan mendidik Al-Qur’an kepada anak-anakmu” (HR. Ath-Thabrani).2

Wahai bunayya,.. betapa kami menginginkan pahala itu. Kami-pun menyadari tidaklah mudah untuk mendapatkannya. Karena memang segala sesuatu harus diraih dengan kerja keras yang gigih dan kesabaran yang tak bertepi. Lelah dan letih kami akan di hargai-Nya karena Allah Yang Maha Mulia telah berfirman:

“Dan bahwasanya seorang manusia tidak memperoleh selain apa yang telah diusahakannya (39) dan bahwasanya usahanya itu kelak akan di perlihatkan kepadanya (40) Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna” (41). (An-Najm :39-41).

Sungguh kami yakin wahai bunayya,… jika sekiranya para orangtua mengetahui keutamaan dan kedudukan yang tinggi di sisi-Nya karena mengajarkan Al-Qur’an pada buah hati mereka, niscaya mereka akan berlomba-lomba untuk mengajarkan anak-anaknya Al-Qur’an, membimbing mereka untuk selalu membaca, menghayati maknanya dan mengamalkannya dalam kehidupan yang fana ini.

______________________
Sumber bacaan :
Tafsir Ibnu katsir jilid 9 , Pustaka Imam ASy-Syafi’i, Jakarta, 2008.
Keagungan Al-Qur’an Al-karim, Syaikh Mahmud Al Dosari, Maktabah Darus salam, Riyadh, 2006.
Murajaah oleh : Ustadz Eko Hariyanto Lc(Abu Ziyad)
Hadits riwayat Ahmad dalam kitab Al-Musnad,5/238 [↩]
Hadits riwayat Ath-Thabrani dalam kitab Al Ausath, 6/51, hadits no.5764. Syaikh Al-Bani menyebutkan hadits ini dalam kitab Silsilah Hadits Shahih, 6/792, hadits no.2829. [↩]
Sumber : http.jilbab.or.id, Sesuai teks aslinya.
READ MORE - Wahai Anakku, Kami Menginginkan Pahala Itu

Alangkah Indahnya Bidadari Surga....

Oleh: Abu Hamzah & Abu Salma

Sifat Bidadari Surga

Allah Subhanaahu wa Ta'ala berfirman:

إِنَّ لِلْمُتَّقِينَ مَفَازًا (٣١)حَدَائِقَ وَأَعْنَابًا (٣٢)وَكَوَاعِبَ أَتْرَابًا (٣٣)

"Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa mendapat kemenangan, (yaitu) kebun-kebun dan buah anggur, dan gadis-gadis remaja yang sebaya." (QS an-Naba': 31-33)

كَذَلِكَ وَزَوَّجْنَاهُمْ بِحُورٍ عِينٍ (٥٤)

"Demikianlah, dan Kami berikan kepada mereka bidadari." (QS. Ad-Dhukhan: 54)

مُتَّكِئِينَ عَلَى سُرُرٍ مَصْفُوفَةٍ وَزَوَّجْنَاهُمْ بِحُورٍ عِينٍ (٢٠)

"Mereka bertelekan di atas dipan-dipan berderetan dan kami kawinkan mereka dengan bidadari-bidadari yang cantik bermata jeli." (QS. At-Thur: 20)

حُورٌ مَقْصُورَاتٌ فِي الْخِيَامِ (٧٢)

"(Bidadari-bidadari) yang jelita, putih bersih, dipingit dalam rumah." (QS. Ar-Rahman: 72)

فِيهِنَّ خَيْرَاتٌ حِسَانٌ (٧٠)

"Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik." (QS. Ar-Rahman: 70)

إِنَّا أَنْشَأْنَاهُنَّ إِنْشَاءً (٣٥)فَجَعَلْنَاهُنَّ أَبْكَارًا (٣٦)عُرُبًا أَتْرَابًا (٣٧)

"Sesungguhnya kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung.[1] Dan kami jadikan mereka gadis-gadis perawan. Penuh cinta lagi sebaya umurnya."(QS. Al-Waqi'ah: 35-37)

Ibnu Abid Dunya meriwayatkan dari Abul Hawari, dia berkata: Bidadari itu diciptakan langsung (kun fayakun). Apabila telah sempurna peciptaan mereka maka dipasanglah kemah-kemah atas mereka. Oleh karena itu Ibnul Qayyim berkata bahwa kemah-kemah ini bukanlah ghuraf (kamar-kamar) atau qushur (istana-istana), melainkan ia adalah tenda di taman-taman dan di atas sungai-sungai.

Nabi Sholallohu 'alaihi wa sallam bersabda:

1. Hadits Abu Sa’id al-Khudri Rodiallohu 'anhu :

« إِنَّ أَدْنَى أَهْلِ الْجَنَّةِ مَنْزِلَةً رَجُلٌ صَرَفَ اللّهُ وَجْهَهُ عَنِ النَّارِ قِبَلَ الْجَنَّةِ وَمَثَّلَ لَهُ شَجَرَةً ذَاتَ ظِلٍّ فَقَالَ: أَيْ رَبِّ قَرِّبْنِي مِنْ هذِهِ الشَّجَرَةِ أَكُونُ فِي ظِلِّهَا ». فَذَكَرَ الْحَدِيْثَ فِيْ دُخُوْلِهِ الْجَنَّةَ وَتًمًنٍّيْهِ إِلىَ أَنْ قَالَ فِيْ آخِرِهِ.

“Sesungguhnya ahli surga yang paling rendah tingkatannya adalah seseorang yang Allah palingkan wajahnya dari neraka kearah surga, dan ditampakkan padanya satu pohon surga yang rindang. Lalu orang itu berkata: Ya Allah dekatkanlah aku ke pohon itu agar aku bisa berteduh di bawahnya.” Lalu Nabi Sholallohu 'alaihi wa sallam terus menyebutkan angan-angan orang itu hingga akhirnya beliau bersabda:

« إِذَا انْقَطَعَتْ بِهِ الأَمَانِيُّ قَالَ اللّهُ: هُوَ لَكَ وَعَشْرَةُ أَمْثَالِهِ. قالَ: ثُمَّ يَدْخُلُ بَيْتَهُ فَتَدْخُلُ عَلَيْهِ زَوْجَتَاهُ مِنَ الحُورِ الْعِينِ فَيَقُولاَنِ : الْحَمْدُ للّهِ الَّذِي أَحْيَاكَ لَنَا وَأَحْيَانَا لَكَ. قَالَ: فَيَقُولُ: مَا أُعْطِيَ أَحَدٌ مِثْلَ مَا أُعْطِيتُ ».

“Apabila telah habis angan-angannya maka Allah berfirman kepadanya: “Dia itu milikmu dan ditambah lagi sepuluh kali lipatnya.” Nabi bersabda: “Kemudian ia masuk rumahnya dan masuklah menemuinya dua biadadari surga, lalu keduanya berkata: Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkanmu untuk kami dan yang menghidupkan kami untukmu. Lalu laki-laki itu berkata: “Tidak ada seorangpun yang dianugerahi seperti yang dianugerahkan kepadaku.” (HR. Muslim: 417)

2. Hadits Anas Rodiallohu 'anhu :

« إِنَّ الْحُورَ الْعِينَ لَتُغَنينَ فِي الْجَنَّةِ يَقُلْنَ: نَحْنُ الْحُورُ الْحِسَانِ خُبئْنَا لأَزْوَاجٍ كِرَامٍ »

“Sesungguhnya bidadari nanti akan bernyanyi di surga: Kami para bidadari cantik disembuyikan khusus untuk suami-suami yang mulia.” (Shahih al-Jami’: 1602)

3. Hadits Abu Hurairah Rodiallohu 'anhu :

« إِنَّ أَوَّلَ زُمْرَةٍ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ عَلَى صُورَةِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ. وَالَّذِينَ يَلُونَهُمْ عَلَى أَشَدِّ كَوْكَبٍ دُرِّيَ، فِي السَّمَاءِ، إِضَاءةً. لاَ يَبُولُونَ، وَلاَ يَتَغَوَّطُونَ وَلاَ يَمْتَخِطُونَ وَلاَ يَتْفِلُونَ. أَمْشَاطُهُمُ الذَّهَبُ. وَرَشْحُهُمُ الْمِسْكُ. وَمَجَامِرُهُمُ الألُوَّةُ. وَأَزْوَاجُهُمُ الْحُورُ الْعِينُ. أَخْلاَقُهُمْ عَلَى خُلُقِ رَجُلٍ وَاحِدٍ. عَلَى صُورَةِ أَبِيهِمْ آدَمَ. سِتُّونَ ذِرَاعاً، فِي السَّمَاءِ ».

“Sesungguhnya kelompok pertama yang masuk surga adalah seperti rupa bulan di malam purnama. Berikutnya adalah seperti binang yang paling terang sinarnya di langit. Mereka tidak buang air kecil, tidak buang air besar, dan tidak meludah. Sisir mereka dari emas, minyak mereka adalah misik, asapannya adalah kayu gaharu, pasangan mereka adalah bidadari, akhlak mereka seperti akhlak satu orang. Bentuk (postur tubuh) mereka seperti Nabi Adam as; 60 lengan di langit.” (Bukhari, Muslim dll. Al-Jami’ al-Shaghir: 3778, Shahih al-Jami’: 2015)


4. Hadits Abdullah ibnu Mas’ud Rodiallohu 'anhu :

« أَوَّلُ زُمْرَةٍ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ كَأَنَّ وُجُوهَهُمْ ضَوْءُ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ، وَالْزُّمْرَةُ الثَّانِيَةُ عَلَى لَوْنِ أَحْسَنِ كَوْكَبٍ دُريَ فِي السَّمَاءِ، لِكُل رَجُلٍ مِنْهُمْ زَوْجَتَانِ مِنَ الْحُورِ الْعِينِ، عَلَى كُل زَوْجَةٍ سَبْعُونَ حُلَّةً، يُرَىٰ مُخُّ سُوقِهِمَا مِنْ وَرَاءِ لُحُومِهِمَا وَحُلَلِهِمَا، كَمَا يُرَىٰ الشَّرَابُ الأَحْمَرُ فِي الزُّجَاجَةِ الْبَيْضَاءِ »

“Kelompok pertama kali yang masuk surga, seolah wajah mereka cahaya rembulan di malam purnama. Kelompok kedua seperti bintang kejora yang terbaik di langit. Bagi setiap orang dari ahli surga itu dua bidadari surga. Pada setiap bidadari ada 70 perhiasan. Sumsum kakinya dapat terlihat dari balik daging dan perhiasannya, sebagaimana minuman merah dapat dilihat di gelas putih.” (HR. Thabrani dengan sanad shahih, dan Baihaqi dengan sanad hasan. Hadits hasan, shahih lighairi: Shahih al-Targhib: 3745)

Dalam lafazh Tirmidzi:

« وَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمْ زَوْجَتَانِ يُرَى مُخُّ سُوْقِهِمَا منْ وَرَاءِ الَّلحْمِ مِنَ الْحُسْنِ، لاَ اخْتِلاَفَ بَيْنَهُمْ وَلاَ تَبَاغُضَ قُلُوبُهُمْ قَلْبُ رَجُلٍ وَاحِدٍ يُسَبِّحونَ الله بُكْرَةً وَعَشِيَّا » .

“Masing-masing mendapat dua bidadari, sumsum kakinya dapat dilihat dari balik daging karena begitu cantiknya, tidak ada perselisihan di antara mereka, dan tidak ada saling benci di hati mereka. Hati mereka seperti hati satu orang, mereka semua bertasbih kepada Allah pagi dan sore.”

5. Hadits al-Miqdam Ibn Ma’di Karib Rodiallohu 'anhu :

« لِلشَّهِيدِ عِنْدَ اللَّهِ سَبْعُ خِصَالٍ: يُغْفَرُ لَهُ فِي أَوَّلِ دَفْعَةٍ مِنْ دَمِهِ، وَيَرَىٰ مَقْعَدَهُ مِنَ الْجَنَّةِ، وَيُحَلَّىٰ حُلَّةَ الإِيمَانِ، وَيُزَوجُ اثْنَيْنِ وَسَبْعِينَ زَوْجَةً مِنَ الْحُورِ الْعِينِ، وَيُجَارُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَيَأْمَنُ مِنَ الْفَزَعِ الأَكْبَرِ، وَيُوضَعُ عَلَى رَأْسِهِ تَاجُ الْوَقَارِ، الْيَاقُوتَةُ مِنْهُ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا، وَيَشْفَعُ فِي سَبْعِينَ إِنْسَاناً مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ »

“Orang yang mati syahid memiliki 7 [yang benar 8] keistimewaan di sisi Allah: (1) diampuni dosanya di awal kucuran darahnya, (2) melihat tempat duduknya dari surga, (3) dihiasi dengan perhiasan iman, (4) dinikahkan dengan 72 bidadari surga, (5) diamankan dari adzab kubur, (6) aman dari goncangan dahsyat di hari qiamat, (7) diletakkan di atas kepalanya mahkota kewibawaan; satu permata dari padanya lebih baik dari pada dunia seisinya, (8) memberi syafaat kepada 70 orang dari kerabatnya.” (Ahmad, Tirmidzi dan Baihaqi. Silsilah al-Shahihah: 3213, Shahih al-Jami’: 5182)

6. Hadits Mu’adz ibn Anas Rodiallohu 'anhu ;

« مَنْ كَظَمَ غَيْظاً وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنْفِذَهُ دَعَاهُ اللَّه سُبْحَانَهُ عَلَى رُؤُوسِ الْخَلائِقِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ مِنَ الْحُورِ الْعينِ مَا شَاءَ ».

“Barangsiapa mampu menahan amarah padahal ia mampu untuk melampiaskannya, maka Allah memanggilnya di hadapan para makhluk hingga Dia memberikan hak untuk memilih yang ia suka dari bidadari.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, hadits hasan. Lihat Shahih al-Jami’: 6518)

7. Hadits Mu’adz bin jabbal;

« لاَ تُؤْذِي امْرَأةٌ زَوْجَهَا فِي الدُّنْيَا. إِلاَّ قَالَتْ زَوْجَتُهُ مِنَ الْحُورِ الْعِينِ: لاَ تُؤْذِيهِ، قَاتَلَكِ الله، فَإِنَّمَا هُوَ عِنْدَك دَخِيلٌ يُوشِكَ أَنْ يُفَارِقَكِ إِلَيْنَا »

“Tidak ada seorang isteri yang menyakiti suaminya di dunia melainkan bidadari yang menjadi pasangannya berkata: "Jangan engkau sakiti dia -semoga Allah melaknatmu- sesungguhnya ia hanyalah bertamu (di rumahmu), hampir saja ia berpisah meninggalkanmu menuju kami.” (Shahih al-Jami’: 7192)

  • Imam Ibnul Qoyyim berkata:
  • "Jika anda bertanya tentang mempelai wanita dan istri-istri penduduk surga, maka mereka adalah gadis-gadis remaja yang montok dan sebaya. Pada diri mereka mengalir darah muda, pipi mereka halus dan segar bagaikan bunga dan apel, dada mereka kencang dan bundar bagai delima, gigi mereka bagaikan intan mutu manikam, keindahan dan kelembutan mereka selalu menjadi kerubutan.

  • Elok wajahnya bagaikan terangnya matahari, kilauan cahaya terpancar dari gigi-giginya dikala tersenyum. Jika anda dapatkan cintanya, maka katakan semau anda tentang dua cinta yang bertaut. Jika anda mengajaknya berbincang (tentu anda begitu berbunga), bagaimana pula rasanya jika pembicaraan itu antara dua kekasih (yang penuh rayu, canda dan pujian). Keindahan wajahnya terlihat sepenuh pipi, seakan-akan anda melihat ke cermin yang bersih mengkilat (maksudnya, menggambarkan persamaan antara keindahan paras bidadari dengan cermin yang bersih berkilau setelah dicuci dan dibersihkan, sehingga tampak jelas keindahan dan kecantikan). Bagian dalam betisnya bisa terlihat dari luar, seakan tidak terhalangi oleh kulit, tulang maupun perhiasannya.

  • Andaikan ia tampil (muncul) di dunia, niscaya seisi bumi dari barat hingga timur akan mencium wanginya, dan setiap lisan makhluk hidup akan mengucapkan tahlil, tasbih, dan takbir karena terperangah dan terpesona. Dan niscaya antara dua ufuk akan menjadi indah berseri berhias dengannya. Setiap mata akan menjadi buta, sinar mentari akan pudar sebagaimana matahari mengalahkan sinar bintang. Pasti semua yang melihatnya di seluruh muka bumi akan beriman kepada Allah Yang Maha hidup lagi Maha Qayyum (Tegak lagi Menegakkan). Kerudung di kepalanya lebih baik daripada dunia seisinya. Hasratnya terhadap suami melebihi semua keinginan dan cita-citanya. Tiada hari berlalu melainkan akan semakin menambah keindahan dan kecantikan dirinya.

  • Tiada jarak yang ditempuh melainkan semakin menambah rasa cinta dan hasratnya. Bidadari adalah gadis yang dibebaskan dari kehamilan, melahirkan, haidh dan nifas, disucikan dari ingus, ludah, air seni, dan air tinja, serta semua kotoran.

  • Masa remajanya tidak akan sirna, keindahan pakaiannya tidak akan usang, kecantikannya tidak akan memudar, hasrat dan nafsunya tidak akan melemah, pandangan matanya hanya tertuju kepada suami, sekali-kali tidak menginginkan yang lain. Begitu pula suami akan selalu tertuju padanya. Bidadarinya adalah puncak dari angan-angan dan nafsunya. Jika ia melihat kepadanya, maka bidadarinya akan membahagiakan dirinya. Jika ia minta kepadanya pasti akan dituruti. Apabila ia tidak di tempat, maka ia akan menjaganya. Suaminya senantiasa dalam dirinya, di manapun berada. Suaminya adalah puncak dari angan-angan dan rasa damainya.

  • Di samping itu, bidadari ini tidak pernah dijamah sebelumnya, baik oleh bangsa manusia maupun bangsa jin. Setiap kali suami memandangnya maka rasa senang dan suka cita akan memenuhi rongga dadanya. Setiap kali ia ajak bicara maka keindahan intan mutu manikam akan memenuhi pendengarannya. Jika ia muncul maka seisi istana dan tiap kamar di dalamnya akan dipenuhi cahaya.

  • Jika anda bertanya tentang usianya, maka mereka adalah gadis-gadis remaja yang sebaya dan sedang ranum-ranumnya. Jika anda bertanya tentang keelokan wajahnya, maka apakah anda telah melihat eloknya matahari dan bulan?! Jika anda bertanya tentang hitam matanya, maka ia adalah sebaik-baik yang anda saksikan, mata yang putih bersih dengan bulatan hitam bola mata yang begitu pekat menawan. Jika anda bertanya tentang bentuk fisiknya, maka apakah anda pernah melihat ranting pohon yang paling indah yang pernah anda temukan? Jika anda bertanya tentang warna kulitnya, maka cerahnya bagaikan batu rubi dan marjan.
  • Jika anda bertanya tentang elok budinya, maka mereka adalah gadis-gadis yang sangat baik penuh kebajikan, yang menggabungkan antara keindahan wajah dan kesopanan. Maka merekapun dianugerahi kecantikan luar dan dalam. Mereka adalah kebahagiaan jiwa dan penghias mata.

  • Jika anda bertanya tentang baiknya pergaulan dan pelayanan mereka, maka tidak ada lagi kelezatan selainnya. Mereka adalah gadis-gadis yang sangat dicintai suami karena kebaktian dan pelayanannya yang paripurna, yang hidup seirama dengan suami penuh pesona harmoni dan asmara .

  • Apa yang anda katakan apabila seorang gadis tertawa di depan suaminya maka sorga yang indah itu menjadi bersinar? Apabila ia berpindah dari satu istana ke istana lainnya, anda akan mengatakan: "Ini matahari yang berpindah-pindah di antara garis edarnya." Apabila ia bercanda, kejar mengejar dengan suami, duhai… alangkah indahnya…!!
 PANTASKAH DIRIKU DIRINDUKAN OLEH PARA BIDADARI SURGA ???!!!

[Disalin dari Kitab Hadil Arwah Ila Biladil Afrah (h.359-360)]


Sumber : Catatan Al Akh  Abdurahmantoyib Fastabiqul Khairat
http://www.facebook.com/?page=1&sk=messages&tid=1217107406526  

SUMBER: ABU AYAZ BLOG
READ MORE - Alangkah Indahnya Bidadari Surga....

Big Bang Theory

Allah berfirman :

قُلْ أَإِنّكُمْ لَتَكْفُرُونَ بِالّذِي خَلَقَ الأرْضَ فِي يَوْمَيْنِ وَتَجْعَلُونَ لَهُ أَندَاداً ذَلِكَ رَبّ الْعَالَمِينَ * وَجَعَلَ فِيهَا رَوَاسِيَ مِن فَوْقِهَا وَبَارَكَ فِيهَا وَقَدّرَ فِيهَآ أَقْوَاتَهَا فِيَ أَرْبَعَةِ أَيّامٍ سَوَآءً لّلسّآئِلِينَ * ثُمّ اسْتَوَىَ إِلَى السّمَآءِ وَهِيَ دُخَانٌ فَقَالَ لَهَا وَلِلأرْضِ ائْتِيَا طَوْعاً أَوْ كَرْهاً قَالَتَآ أَتَيْنَا طَآئِعِينَ * فَقَضَاهُنّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ فِي يَوْمَيْنِ وَأَوْحَىَ فِي كُلّ سَمَآءٍ أَمْرَهَا وَزَيّنّا السّمَآءَ الدّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَحِفْظاً ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ

Katakanlah : “Sesungguhnya patutkan kamu kafir kepada Yang menciptakan bumi dalam dua hari dan kamu adakan sekutu-sekutu bagi-Nya? (Yang bersifat demikian) itulah Tuhan alam semesta”. Dan Dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)-nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya. Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih berupa asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi : “Datanglah kamu keduanya menuruti perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa”. Keduanya menjawab : “Kami datang dengan suka hati”. Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua hari. Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui [QS. Fushshilat : 9-12].

Berkata Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah :

فهذا يدل على أن الارض خلقت قبل السماء لانها كالاساس للبناء

“Ayat ini menunjukkan bahwa bumi tercipta sebelum langit, karena bumi itu bagaikan pondasi dari sebuah bangunan” [Al-Bidayah wan-Nihayah, 1/16].

Dan beliau juga berkata dalam Tafsir-nya :

“Allah menyebutkan bahwa Dia menciptakan bumi terlebih dahulu, karena bumi adalah pondasi dan pada dasarnya sesuatu itu diawali dari pondasinya baru kemudian atapnya” [Lihat Hidayatul-Hairan] oleh Asy-Syaikh Abdul-Karim Al-Humaid hal. 33].

Dan ini pulalah yang dikatakan Ibnu ‘Abbas radliyallaahu ‘anhuma sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari[1] bahwa terciptanya bumi itu sebelum langit.

Berkata Al-Imam Ibnu Katsir dalam Tafsir beliau (1/215) :

وهذا ما لا أعلم فيه نزاعًا بين العلماء إلا ما نقله ابن جرير عن قتادة

“Saya tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat dalam masalah ini, kecuali yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Jarir dari Qatadah”.

Adapun firman Allah ta’ala :

أَأَنتُمْ أَشَدّ خَلْقاً أَمِ السّمَآءُ بَنَاهَا * رَفَعَ سَمْكَهَا فَسَوّاهَا وَأَغْطَشَ لَيْلَهَا وَأَخْرَجَ ضُحَاهَا * وَالأرْضَ بَعْدَ ذَلِكَ دَحَاهَا * أَخْرَجَ مِنْهَا مَآءَهَا وَمَرْعَاهَا * وَالْجِبَالَ أَرْسَاهَا * مَتَاعاً لّكُمْ وَلأنْعَامِكُمْ

“Apakah kamu yang lebih sulit penciptaannya ataukah langit? Allahtelah membangunnya. Dia meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya, dan Dia menjadikan malamnya gelap gulita dan menjadikan siangnya terang benderang. Dan bumi sesudah itu dihamparkan. Ia memancarkan daripadanya mata airnya, dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhannya, dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh. (Semua itu) untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu” [QS. An-Naazi’aat : 27-33].

Makna دَحَاهَا bukan menciptakan, karena Allah telah menafsirkan maknanya dalam ayat selanjutnya, bahwa makna dihyah adalah : mengeluarkan air, menumbuhkan tumbuhan, dan lainnya. Jadi proses terjadinya alam semesta adalah Allah menciptakan bumi, lalu menciptakan langit bersama matahari, bulan, dan bintang-gemintangnya; lalu setelah menyempurnakannya maka Allah mengeluarkan mata air dari bumi dan menumbuhkan tumbuhan serta lainnya. [Lihat Al-Bidayah wan-Nihayah 1/17].

Wallaahu a’lam


[Diadaptasi oleh Abu Al-Jauzaa’ dari tulisan Ustadz Ahmad Sabiq].


[1] Shahih Al-Bukhari 8/555 – Al-Fath.
READ MORE - Big Bang Theory

Ilustrasi Pemakaian Jilbab

READ MORE - Ilustrasi Pemakaian Jilbab

Mestikah Puasa Arafah Ikut Wukuf di Arafah?

Inilah kasus yang terjadi di negeri kita. Wukuf di Arofah ternyata lebih duluan dari 9 Dzulhijah di Indonesia.
Permasalahan ini sering muncul dari berbagai pihak ketika menghadapi hari Arofah. Ketika para jama’ah haji sudah wukuf tanggal 9 Dzulhijah di Saudi Arabia, padahal di Indonesia masih tanggal 8 Dzulhijah, mana yang harus diikuti dalam puasa Arofah? Apakah ikut waktu jama’ah haji wukuf atau ikut penanggalan Hijriyah di negeri ini sehingga puasa Arofah tidak bertepatan dengan wukuf di Arofah?

Syaikh Muhammad bin Sholih ‘Utsamin pernah diajukan pertanyaan:
Kami khususnya dalam puasa Ramadhan mubarok dan puasa hari Arofah, di antara saudara-saudara kami di sini terpecah menjadi tiga pendapat.
Pendapat pertama: kami berpuasa bersama Saudi Arabia dan juga berhari Raya bersama Saudi Arabia.
Pendapat kedua: kami berpuasa bersama negeri kami tinggal dan juga berhari raya bersama negeri kami.
Pendapat ketiga: kami berpuasa Ramadhan bersama negeri kami tinggal, namun untuk puasa Arofah kami mengikuti Saudi Arabia.
Kami mengharapkan jawaban yang memuaskan mengenai puasa bulan Ramadhan dan puasa Hari Arofah. Kami memberikan sedikit informasi bahwa lima tahun belakangan ini, kami tidak pernah bersamaan dengan Saudi Arabia ketika melaksanakan puasa Ramadhan dan puasa Arofah. Biasanya kami di negeri ini memulai puasa Ramadhan dan puasa Arofah setelah pengumuman di Saudi Arabia. Kami biasa telat satu atau dua hari dari Saudi, bahkan terkadang sampai tiga hari. Semoga Allah senantiasa menjaga antum.

Syaikh menjawab:
Perlu diketahui bahwa para ulama berselisih pendapat dalam masalah ru’yah hilal apabila di satu negeri kaum muslimin telah melihat hilal sedangkan negeri lain belum melihatnya. Apakah kaum muslimin di negeri lain juga mengikuti hilal tersebut ataukah hilal tersebut hanya berlaku bagi negeri yang melihatnya dan negeri yang satu matholi’ (tempat terbit hilal) dengannya.
Pendapat yang lebih kuat adalah kembali pada ru’yah hilal di negeri setempat. Jika dua negeri masih satu matholi’ hilal, maka keduanya dianggap sama dalam hilal. Jika di salah satu negeri yang satu matholi’ tadi telah melihat hilal, maka hilalnya berlaku untuk negeri tetangganya tadi. Adapun jika beda matholi’ hilal, maka setiap negeri memiliki hukum masing-masing. Inilah pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah. Pendapat inilah yang lebih bersesuaian dengan Al Qur’an, As Sunnah dan qiyas.
Dalil dari Al Qur’an yaitu firman Allah Ta’ala,
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al Baqarah: 185). Dipahami dari ayat ini, barang siapa yang tidak melihat hilal, maka ia tidak diharuskan untuk puasa.
Adapun dalil dari As Sunnah, sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَصُومُوا ، وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا
“Jika kalian melihat hilal Ramadhan, maka berpuasalah. Jika kalian melihat hilal Syawal, maka berhari rayalah.” (HR. Bukhari no. 1900 dan Muslim no. 1080). Dipahami dari hadits ini, siapa saja yang tidak menyaksikan hilal, maka ia tidak punya kewajiban puasa dan tidak punya keharusan untuk berhari raya.
Adapun dalil qiyas, mulai berpuasa dan berbuka puasa hanya berlaku untuk negeri itu sendiri dan negeri yang terbit dan tenggelam mataharinya sama. Ini adalah hal yang disepakati. Engkau dapat saksikan bahwa kaum muslimin di negeri timur sana -yaitu Asia-, mulai berpuasa sebelum kaum muslimin yang berada di sebelah barat dunia, begitu pula dengan buka puasanya. Hal ini terjadi karena fajar di negeri timur terbit lebih dulu dari negeri barat. Begitu pula dengan tenggelamnya matahari lebih dulu di negeri timur daripada negeri barat. Jika bisa terjadi perbedaan sehari-hari dalam hal mulai puasa dan berbuka puasa, maka begitu pula hal ini bisa terjadi dalam hal mulai berpuasa di awal bulan dan mulai berhari raya. Keduanya tidak ada bedanya.
Akan tetapi yang perlu jadi perhatian, jika dua negeri yang sama dalam matholi’ (tempat terbitnya hilal), telah diputuskan oleh masing-masing penguasa untuk mulai puasa atau berhari raya, maka wajib mengikuti keputusan penguasa di negeri masing-masing. Masalah ini adalah masalah khilafiyah, sehingga keputusan penguasalah yang akan menyelesaikan perselisihan yang ada.
Berdasarkan hal ini, hendaklah kalian berpuasa dan berhari raya sebagaimana puasa dan hari raya yang dilakukan di negeri kalian (yaitu mengikuti keputusan penguasa). Meskipun memulai puasa atau berpuasa berbeda dengan negeri lainnya. Begitu pula dalam masalah puasa Arofah, hendaklah kalian mengikuti penentuan hilal di negeri kalian.
[Majmu’ Fatawa wa Rosa-il Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, 19/24-25, Darul Wathon – Darul Tsaroya, cetakan terakhir, tahun 1413 H]

Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin juga mendapat pertanyaan sebagai berikut, “Jika terdapat perbedaan tentang penetapan hari Arofah disebabkan perbedaan mathla’ (tempat terbit bulan) hilal karena pengaruh perbedaan daerah. Apakah kami berpuasa mengikuti ru’yah negeri yang kami tinggali ataukah mengikuti ru’yah Haromain (dua tanah suci)?”

Syaikh rahimahullah menjawab:
“Permasalahan ini adalah turunan dari perselisihan ulama apakah hilal untuk seluruh dunia itu satu ataukah berbeda-beda mengikuti perbedaan daerah. Pendapat yang benar, hilal itu berbeda-beda mengikuti perbedaan daerah.
Misalnya di Makkah terlihat hilal sehingga hari ini adalah tanggal 9 Dzulhijjah. Sedangkan di negara lain, hilal Dzulhijjah telah terlihat sehari sebelum ru’yah Makkah sehingga tanggal 9 Dzulhijjah di Makkah adalah tanggal 10 Dzulhijjah di negara tersebut. Tidak boleh bagi penduduk Negara tersebut untuk berpuasa Arofah pada hari ini karena hari ini adalah hari Iedul Adha di negara mereka.
Demikian pula, jika kemunculan hilal Dzulhijjah di negara itu selang satu hari setelah ru’yah di Makkah sehingga tanggal 9 Dzulhijjah di Makkah itu baru tanggal 8 Dzulhijjah di negara tersebut. Penduduk negara tersebut berpuasa Arofah pada tanggal 9 Dzulhijjah menurut mereka meski hari tersebut bertepatan dengan tanggal 10 Dzulhijjah di Mekkah.
Inilah pendapat yang paling kuat dalam masalah ini karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika kalian melihat hilal Ramadhan hendaklah kalian berpuasa dan jika kalian melihat hilal Syawal hendaknya kalian berhari raya” (HR Bukhari dan Muslim).
Orang-orang yang di daerah mereka hilal tidak terlihat maka mereka tidak termasuk orang yang melihatnya.
Sebagaimana manusia bersepakat bahwa terbitnya fajar serta tenggelamnya matahari itu mengikuti daerahnya masing-masing, demikian pula penetapan bulan itu sebagaimana penetapan waktu harian (yaitu mengikuti daerahnya masing-masing)”.
[Majmu’ Fatawa wa Rosa-il Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, 20/47-48, Darul Wathon – Darul Tsaroya, cetakan terakhir, tahun 1413 H]
***
Demikian penjelasan dari Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah. Intinya, kita tetap berpuasa Ramadhan, berhari raya dan berpuasa Arofah sesuai dengan penetapan hilal yang ada di negeri ini, walaupun nantinya berbeda dengan puasa, hari raya atau wukuf di Saudi Arabia.
Hanya Allah yang memberi taufik.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Panggang, Gunung Kidul, 1 Dzulhijah 1430 H

Sumber: http://rumaysho.com/hukum-islam/puasa/2782-mestikah-puasa-arofah-ikut-wukuf-di-arofah.html
READ MORE - Mestikah Puasa Arafah Ikut Wukuf di Arafah?

Shalatnya Salafush Shalih

Salah seorang salaf mengatakan,
Selama empat puluh tahun, adzan tidak pernah dikumandangkan, melainkan Sa’id bin al-Musayyib telah berada di mesjid sebelumnya.
[Tabaqat al Hanabilah 1/141, Hilyat al Awliya 2/163, Sifat as Safwah 2/80]

‘Umar pingsan ketika ia ditikam, dan berdasarkan al-muswar bin makhramah, (bahwa ia berkata) “tidak ada yang dapat membangunkannya kecuali adzan, jika ia masih hidup”.
Mereka mengatakan kepadanya,
“Sholat telah usai, hai amirul mukminin!”
Maka ia bangun dan mengatakan,
“Sholatlah, demi Allah! sesungguhnya tidak ada bagian dalam islam bagi siapa saja yang meninggalkan sholat.”
(al-muswar berkata) “Dia menunaikan sholat sedangkan luka yang dideritanya mengucurkan darah.”
[Sifat as Safwah 2/131, As Siyar 5/220]

Setelah Ar-Rabi’ bin Khaytham lumpuh, ia masih tetap pergi ke mesjid dengan dibantu dua orang lelaki. Dikatakan kepadanya:
“Hai Abu Yazid! Kamu memiliki udzur untuk mendirikan sholat di rumahmu.”
Ia menjawab:
“Benar, tapi aku mendengar ajakan “hayya ‘alal falaah” (marilah kita menuju kemenangan), dan aku kira, bagi siapa yang mendengar hal ini, seharusnya menjawabnya walaupun dengan merangkak!”
[Hilyat al Awliya 2/113]

Adi bin Hatim (radhiallohu ‘anhu) mengatakan:
“Setiap kali datang waktu sholat, maka ia mendatangiku ketika aku bersemangat melakukannya dan aku siap untuk melakukannya (telah menyempurnakan wudhu).
[Az Zuhd by Ahmad, p. 249]

Abu Bakar bin Abdulloh Al-Muzani mengatakan,
“Siapa yang sepertimu, Hai Anak Adam, kapanpun kamu mengharapkan sesuatu, gunakanlah air untuk berwudhu, pergilah ke tempat shalat(mu) dan kemudian rasakanlah kehadiran Rabb-mu tanpa adanya penerjemah atau halangan antara dirimu dan diriNya.”
[Al Bidayah wa an Nihayah 9/256]

Abul Aliyah mengatakan,
“Aku akan bepergian beberapa hari untuk menemui seseorang, dan yang pertama kali akan kulihat darinya yaitu sholatnya. Jika ia mendirikan sholat dengan sempurna dan tepat waktu, maka aku akan bersamanya, dan mengambil ilmu darinya. Jika kutemukan ia tidak memperdulikan sholat, maka aku akan meninggalkannya dan mengatakan kepada diriku bahwa selain daripada itu (sholat), pastilah dia lebih tidak peduli lagi”

Salah seorang salaf mengatakan,
Ketika Ali bin Al-Husain menyempurnakan wudhunya, rona- wajahnya berubah. Maka keluarganya menannyakan kepadanya tentang hal ini, maka ia menjawab,
“Tahukah kamu Siapa yang kelak akan ku temui?”
Yazid bin Abdulloh ditanya, ”
Apakah sebaiknya kita menambahkan atap kepada mesjid kita ini?” maka ia menjawab, “murnikanlah hatimu maka mesjidmu akan mencukupkanmu”
[Hilyat al Awliya 2/312]

Adi bin Hatim (radhiallohu ‘anhu) mengatakan,
“Sejak aku menjadi seorang muslim, aku selalu memastikan bahwa aku telah berwudhu ketika adzan dikumandangkan”
[As Siyar 3/160]

Ubayd bin Ja’far mengatakan,
“Aku tidak pernah melihat pamanku, Bishr bin Masnur, melewatakan takbir pertama (takbiratul ihram)…”
[Sifat as Safwah 3/376]

Ibnu Sama’ah berkata,
“Selama empat puluh tahun, aku hanya sekali melewatkan takbir tahrimah (takbir pertama), yaitu ketika wafatnya ibuku”
[As Siyar 10/646]

Berkata seorang salafush shålih,
“Jika engkau mengetahui ada seseorang yang memandang remeh takbir tahrimah, maka bersihkanlah dirimu darinya (yakni menjauh darinya).”
[As Siyar 5/65, Sifat as Safwah 3/88]

Sufyan bin ‘Uyaynah berkata,
“Termasuk menghormati sholat yaitu datang sebelum iqomah dikumandangkan”
[Sifat as Safwah 2/235]

Maymun bin Mahran terlambat datang ke mesjid dan ketika orang-orang memberitahunya bahwa mereka telah menyempurnakan (menyelesaikan) sholat, maka ia mengatakan,
“Inna lilaahi wa inna ilayhi rååji’uun… (Kita semua adalah milik Allah, dan kepadaNya lah kita akan kembali)! Aku lebih memilih hadir untuk sholat berjama’ah ketimbang menjadi gubernur iraq!”
[Mukashafat al Qulub p 364]

Yunus bin ‘Abdulloh mengatakan,
“Apa yang terjadi padaku? Ketika aku kehilangan ayamku, aku merasa khawatir, tapi ketika aku melewatkan sholat berjama’ah, itu tidak menjadikanku bersedih hati”
[Hilyat al Awliya, 3/19]

Umar mengatakan, ketika ia berdiri diatas mimbar,
“Orang-orang mungkin memiliki rambut putih dalam islam (– disebabkan karena ia telah lama memeluk islam (muslim) sampai ia berumur lanjut–), belum pernah menyempurnakan satu pun ibadah kepada Allah Yang Maha Agung! diapun ditanya “kenapa begitu?” Ia mengatakan, “Ia tidak menyempurnakan sholatnya, karena sholat diperlukan adanya khusyu’, khidmat (sungguh-sungguh), serta menghadirkan hatinya kepada Allah”
[Al-Ihya 10/202]

Hammad bin Salamah mengatakan,
“Aku tidak pernah berdiri untuk sholat tanpa membayangkan bahwa jahannam ada dihadapanku”
[Tadhkirat al Huffadh 1/219]

Muadz bin Jabal menasehati anaknya,
“Hai anakku! Sholatlah seperti sholatnya orang yang akan pergi, dan bayangkanlah bahwa engkau tidak akan sholat lagi. Ketahuilah, bahwa seorang muslim itu mati diantara dua kebaikan, satu keika ia mengerjakan (kebaikan/ibadah)nya, dan satu lagi ketika ia sedang berniat mengerjakannya.”
[Sifatush Shafwah 1/496]

Bakar Al-Muzani berkata,
“Jika engkau ingin sholatmu bermanfaat bagimu, katakan kepada dirimu, “aku tidak akan memiliki kesempatan untuk melaksanakan sholat lagi (sholat berikutnya)”
[Jami` al `Ulum wal Hikam, p 466.]

Shubrumah mengatakan,
“Kami menemani Karz Al-Haritsi ketika safar. Kapansaja ia menentukan tenda dalam satu daerah, ia sering kali mengeceknya dengan seksama, dan ketika ia menemukan tanah yang ia suka, maka ia akan pergi kesana dan terus sholat disana, hingga telah datang waktu untuk meninggalkannya (tempat tersebut).”
[Sifat as Safwah 3/120]

Al-Qosim bin Muhammad mengatakan,
“Kapansaja aku berjalan pada waktu pagi, Aku selalu menemui ‘A-isyah radhiallohu ‘anha (bibinya), dan menyapanya. Suatu ketika, aku mendapatinya sedang melaksanakan sholat dhuha, membaca ayat ini berulang-kali, menangis dan memohon kepada Allah, “Maka Allah memberikan karunia kepada kami dan memelihara kami dari azab neraka. (At-Tur 52:27)” Aku tetap berdiri, hingga aku merasa bosan, maka aku meninggalkannya, dan pergi kepasar untuk melakukan sesuatu, dan mengatakan kepada diriku, “ketika aku menyelesaikannya, maka aku akan kembali (ke kediaman ‘a-isyah radhiallohu ‘anha). Ketika aku menelesaikannya, aku masih mendapatinya berdiri didalam sholatnya, membaca ayat yang sama, menangis dan memohon kepada Allah”
[Al Ihya 4/436]

Maymun bin Hayyan mengatakan,
“Aku tidak pernah melihat Muslim bin Yasar menggerakkan kepalanya ketika ia sedang sholat, apakah sholat yang ringan maupun panjang. Pernah sekali, ada salah satu bagian mesjid yang runtuh, bunyi reruntuhan itu sampai-sampai menyebabkan orang-orang dipasar ketakutan, sedangkan ia, tidak takut, bahkan tidak menggerakkan kepalanya dan tetap dalam sholatnya”
[Az Zuhd by Imam Ahmad p 359]

Salah seorang salaf mengatakan,
“Aku menemani ‘Atho bin Robah selama delapanbelas tahun. Ketika ia tua renta, ia sering berdiri dalam sholatnya dan membaca sekitar DUA RATUS AYAT dari surat al-baqoroh sambil berdiri dengan teguh dan mantap, sampai-sampai tidak ada anggota tubuhnya terlihat bergerak”
[As Siyar 5/87, Sifat as Safwah 2/213]

Abu Bakar bin ‘Aiyash mengatakan,
“Jika engkau melihat Habib bin Abu Tsabit dalam sujudnya, maka kamu akan mengira ia telah wafat karena lamanya sujudnya.”
[As Siyar 5/291]

Ali bin Al-Fudhoil berkata,
“Aku melihat Ats-Tsauri dalam sujudnya ketika ia sholat, dan aku pun melaksanakan tawaf mengelilingi ka’bah tujuh kali sampai ia mengangkat kepalanya dari sujudnya”
[As Siyar 7/277]

Ketika Hatim Al-Asamm ditanyakan tentang sholatnya, ia mengatakan,
“Ketika telah dekat waktu untuk sholat, maka aku menyempurnakan wudhuku, dan pergi kemana aku akan melaksanakan sholatku (mesjid). Kemudian aku berdiri dan sholat, membayangkan bahwa ka’bah ada dihadapanku, surga ada disebelah kananku, neraka ada disebelah kiriku, dan malaikat maut ada dibelakangku. Aku membayangkan bahwa itulah sholat terakhir yang akan aku kerjakan, aku berdiri dengan penuh harap (terhadap Jannah-Nya dan pahala-Nya). dan takut (Neraka-Nya) dan mengumandangkan takbir disertai niat yang tulus dan ikhlas. Aku membacakan al-qur’an dengan pelan, aku ruku’ dengan merendahkan hati, kemudian sujud dengan khusyu’ dan kemudian duduk diatas kaki kiriku, dengan kaki kiriku terbaring ditanah dan meluruskan kaki kananku (iftirasy’) dan sholat dengan penuh keikhlasan. Kemudian, aku tidak tahu apakah sholaku telah Diterima-Nya.
[Al Ihya 1/179]

Salah seorang salaf mengatakan,
“Hai anak adam! jika engkau menginginkan/memerlukan bagian dalam hidup ini, maka engkau lebih memerlukan bagianmu untuk hari kemudian. Jika engkau menjaga bagianmu dalam hidup ini, maka kamu akan kehilangan bagianmu pada hari kemudian, dan akan segera melilitkanmu dengan kehilangan bagianmu dalam hidupmu ini pula. Jika engkau menjaga bagianmu untuk hari kemudian, maka kamu akan mendapatkan dan memenangkan seluruh bagian dalam hidup ini dengan mudah.”
[Fada'il adh Dhikr by ibn al Jawzi p. 19]

_______________________

Oleh: Abdul Malik Al-Qasim, dialihbahasakan oleh: Abu Zuhriy Al-Ghåråntaliy

Sumber: http://abuzuhriy.com/?p=2183

Renungan bagi kita semua, bahwa tidak ada yang perlu untuk dibanggakan dari amalan-amalan kita, lihatlah seberapa jauh diri kita dari para pendahulu kita. Benarkah kita sudah mencontohi mereka? untuk bangun mengerjakan shalat saja terkadang masih malas. Semoga kita dimudahkan dalam meniti jalan para Salafus Shalih, jalan yang selamat yang diRidhai Allah Subhanahu wa ta'ala. Insya Allah. Semoga artikel ini bermanfaat untuk motifasi kita memperbaiki diri agar lebih baik.
READ MORE - Shalatnya Salafush Shalih

- popular posts -

- followers -