Oleh
Syaikh Dr. 'Abdur Razzaq bin Abdul Muhsin al-'Abbad
Mengangkat kedua tangan dalam berdo'a kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala,
termasuk adab yang agung. Demikian terdapat di banyak hadits yang shahih
dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Sebagian ulama
menggolongkannya ke dalam hadits mutawatir secara makna.
Di dalam Tadribur Rawi Syarh Taqrib Imam Nawawi, ketika mencontohkan
hadits-hadits yang mutawatir secara maknawi, Imam Suyuthi rahimahullah
berkata : ”Diriwayatkan dari Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam
sekitar seratus hadits berisi tentang do'a dengan mengangkat tangan.
Saya mengumpulkannya dalam satu juz tersendiri, namun dengan masalah
yang beragam. Memang dalam setiap masalah tersebut, haditsnya tidak
mutawatir. Namun bila dikumpulkan, maka menjadi mutawatir”. (2/180).
Di dalam kitab Shahih-nya, Imam Bukhari rahimahullah membuat bab tentang
mengangkat tangan dalam berdo'a. Dia membawakan beberapa hadits, yaitu
dari Abu Musa al-Asy'ari, dia berkata :
دَعَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثمُ َّرَفَعَ يَدَيْهِ وَرَأَيْتُ بَيَاضَ إِبْطَيْهِ
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berdo'a, kemudian mengangkat kedua
tangannya, sehingga aku melihat putih kedua ketiak Beliau. [1]
Hadits Ibnu Umar, dia berkata:
رَفَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَيْهِ وَقَالَ
اللَّهُمَّ إِنِّي أَبْرَأُ إِلَيْكَ مِمَّا صَنَعَ خَالِدٌ
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengangkat kedua tangannya lantas
berdo'a, ”Wahai, Allah. Aku berlepas diri kepadaMu dari apa yang
diperbuat Khalid (bin Walid).” [2]
Hadits Anas bin Malik, dari Nabi:
عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى رَأَيْتُ بَيَاضَ إِبْطَيْهِ
Bahwa Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam mengangkat kedua tangannya, sehingga aku melihat putih kedua ketiaknya. [3]
Di dalam Syarah Shahih Bukhari (Fathul Baari), al-Hafizh Ibnu Hajar
al-Asqalani rahimahullah mengisyaratkan, bahwa hadits yang semakna dengan
hadits-hadits ini banyak sekali. Lalu ia menyebutkan sebagiannya,
diantaranya tentang hadits Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu:
قَدِمَ الطُفَيْلُ بْنُ عَمْرٍو الدَّوْسِي النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَارَسُوْلَ اللهِ إِنَّ دَوْسًا عَصَتْ
فَادْعُ اللهَ عَلَيْهَا فَاسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةَ وَرَفَعَ يَدَيْهِ
فَقَالَ اللَّهُمَّ اهْدِ دَوْسًا
Thufail bin 'Amr Ad-Dausi mendatangi Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
lalu berkata, ”Wahai, Rasulullah. Sesungguhnya kabilah Daus telah
durhaka. Berdo'alah kepada Allah agar melaknat mereka,” maka Beliau
menghadap kiblat dan mengangkat kedua tangannya, ”Wahai, Allah. Berilah
petunjuk kepada kabilah Daus.” (Hadits ini dikeluarkan Imam Bukhari
dalam kitab Adabul Mufrad, dan termaktub pula dalam Shahihain tanpa
kalimat "mengangkat kedua tangannya".[4]
Hadits Jabir bin Abdillah, bahwa Thuafil bin 'Amr hijrah lalu
mengisahkan laki-laki yang berhijrah bersamanya, disebutkan Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: ”Wahai, Allah. Karena perbuatan
kedua tangannya, maka ampunilah dia,” lalu beliau mengangkat kedua
tangannya. al-Hafizh berkata: ”Sanadnya shahih.” Dikeluarkan juga oleh
Muslim.[5]
Hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu 'anhuma, dia melihat Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam berdo'a sambil mengangkat kedua tangannya: “Wahai,
Allah. Aku hanyalah manusia biasa …”.[6] al-Hafizh berkata, ”Sanadnya
shahih.”
Selanjutnya, al-Hafizh berkata, ”Diantara hadits-hadits shahih dalam
masalah ini, yaitu hadits yang dikeluarkan oleh al-Bukhari dalam kitab
Juz Rof'ul Yadain: “Aku melihat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
mengangkat kedua tangannya mendo'akan Utsman.”[7] Dikeluarkan pula oleh
Muslim dari hadits Abdurrahman bin Samurah dalam kisah gerhana: “Aku
(Abdurrahman) sampai kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam,
sedangkan Beliau berdo'a sambil mengangkat kedua tangannya.”[8]
Hadits ‘Aisyah radhiyallahu 'anhuma dalam kisah gerhana, Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam mengangkat kedua tangannya.[9] Dari
‘Aisyah pula, ketika Rasulullah mendo'akan para sahabat yang dikubur di
Baqi, ”Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam mengangkat kedua tangannya
tiga kali.”[10]
Dari hadits Abu Hurairah yang panjang dalam peristiwa Fathu Makkah
disebutkan, ”Beliau mengangkat kedua tangannya, kemudian mulai
berdo'a.” [11]
Hadits Abu Humaid dalam kisah Ibnu Lubtiyyah, ”Beliau Shallallahu 'alaihi
wa sallam lantas mengangkat kedua tangannya sampai kulihat putih kedua
ketiaknya, Beliau berucap, ’Wahai, Allah. Bukankah aku telah menyampaikan
(risalah Mu)’.”[12]
Hadits Abdullah bin 'Amr: “Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan
ucapan Nabi Ibrahim dan Nabi Isa, lantas mengangkat kedua tangannya,
(sembari) berucap: ‘Wahai, Allah. Umatku’.” [13]
Dalam hadits Umar radhiyallahu 'anhu, disebutkan bahwa “Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam, jika turun wahyu kepadanya akan terdengar
dari dekat wajah Beliau seperti suara dengungan tawon. Suatu hari wahyu
turun kepada Beliau, kemudian rasa berat menerima wahyu tersebut lenyap
dari Beliau, lantas (Beliau) menghadap kiblat dan berdo'a”. [14]
Hadits Usamah, ia berkata: ”Aku membonceng Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam di Arafah, lalu (Beliau) berdo'a dengan mengangkat kedua
tangannya. Untanya bergeser sehingga tali kekangnya terlepas, lalu
Beliau mengambil tali kekang itu dengan satu tangan, sedangkan tangan
yang lain tetap diangkat.”[15]
Hadits Qois bin Sa'd, ia berkata: "Kemudian Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam mengangkat kedua tangannya dan berdo'a, ’Wahai, Allah.
Tumpahkanlah berkah dan rahmatMu kepada keluarga Sa'd bin Ubadah’."[16]
“Dan hadits dalam masalah ini sangat banyak,” demikian kata al-Hafizh
Ibnu Hajar (Fathul Bari, 11/142). al-Hafizh telah meneliti secara
mendalam hadits-hadits yang memuat do'a dengan mengangkat tangan.
Diantara hadits yang shahih dalam masalah ini adalah hadits Salman al-Farisi, Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ رَبَّكُمْ حَيِّيٌ كَرِيْمٌ يَسْتَحْيِي مِنْ عَبْدِهِ إِذَا رَفَعَ يَدَيْهِ إِلَيْهِ أَنْ يَرُدَّهَا صُفْرًا
"Sesungguhnya Rabb kalian itu Maha Pemalu dan Maha Mulia, Dia merasa
malu kepada hamba Nya ketika hamba mengangkat tangannya kepadaNya, Dia
mengembalikannya dalam keadaan kosong (tidak dikabulkan)."[17]
Hadits-hadits ini beserta maknanya, menunjukkan bahwa mengangkat tangan
ketika berdo'a, termasuk adab berdo'a kepada Allah yang sangat agung.
Ini termasuk sebab-sebab dikabulkannya do'a. Sunnah Nabi juga
menunjukkan, bahwa mengangkat tangan dalam berdo'a memiliki tiga cara
yang berkaitan dengan isi do'a tersebut. Pertama, jika do'a tersebut
berupa permintaan yang benar-benar sangat dibutuhkan, memiliki cara
berdo'a tersendiri. Kedua, ketika do'a itu berisi permintaan, maka ada
caranya tersendiri. Ketiga, jika do'a itu berupa permintaan ampunan,
pentauhidan dan pujian, ini juga memiliki cara angkat tersendiri pula.
Ketiga cara mengangkat tangan ini dijelaskan dalam hadits Ibnu Abbas
secara marfu' dan mauquf, yaitu : ”Jika berupa permohonan, maka
angkatlah tanganmu sejajar pundak atau serupa dengan itu. Jika
permohonan ampunan, hendaknya berisyarat dengan jari telunjuk saja. Jika
berupa permohonan mendesak, maka angkat kedua tangan”. Pada redaksi
lain (disebutkan): “Jika berupa pentauhidan, maka hendaknya berisyarat
dengan jari telunjuk. Jika berupa do'a (permintaan), mengangkat tangan
setinggi pundak. Dan jika berupa permohonan mendesak, hendaknya
mengangkat kedua tangan tinggi-tinggi”. Diriwayatkan oleh Abu Dawud di
dalam Sunan-nya dan ath-Thabrani dalam kitab Do'a, dan selain
keduanya.[18]
Berkenaan dengan hadits ini, Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid berkata: Telah ada beberapa hadits dari perbuatan Nabi menjelaskan kedudukan
masing-masing dari tiga cara berdo'a ini. Cara do'a ini bukan ikhtilaf
tanawwu’ (perbedaan cara yang masing-masing boleh dilakukan karena tidak
saling bertentangan, Pen). Penjelasaannya sebagai berikut.
Pertama : Do'a Umum.
Dinamakan do'a permohonan, dan juga disebut do'a. Yaitu dengan
mengangkat kedua tangan setinggi pundak, atau sejajar dengannya. Kedua
telapak tangan dirapatkan. Bagian dalam telapak tangan dibentangkan ke
arah langit, dan punggung telapak tangan ke arah tanah. Jika ingin,
boleh juga menghadapkan kedua tangan ke arah wajah, sedangkan punggung
telapak tangan diarahkan ke kiblat. Inilah cara umum mengangkat tangan
ketika berdo'a secara mutlak; baik dalam do'a qunut, witir, meminta
hujan atau pada enam tempat ketika haji, yaitu di Arafah, Masy'ar Haram,
usai melempar Jumrah Sughra dan Wustha, ketika di atas bukit Shofa dan
Marwah, dan waktu-waktu lain.
Kedua : Do'a Memohon Ampunan.
Disebut pula do'a ikhlas, yaitu dengan mengangkat jari telunjuk tangan
kanan. Cara ini khusus ketika dzikir, do'a dalam khutbah di atas mimbar,
ketika tasyahud dalam shalat, ketika berdzikir, memuji dan membaca la
ilaha illallah di luar shalat.
Ketiga : Do'a Ibtihal.
Yaitu merendahkan diri kepada Allah dan permohonan yang sangat. Disebut
juga sebagai do'a rahb (permohonan). Caranya dengan mengangkat kedua
tangan ke arah langit sampai terlihat ketiaknya. Digambarkan sampai
kedua lengan atas terlihat karena mengangkat kedua tangan tinggi-tinggi.
Cara ini lebih khusus dibandingkan dengan dua cara di muka. Cara ini
juga dikhususukan ketika keadaan susah, permohonan yang sangat
–misalnya- ketika kekeringan, adanya musibah, dikuasai oleh musuh dan
keadaan susah lainnya.[19]
CARA MENGANGKAT TANGAN
Disebutkan dalam hadits Anas bin Malik, Beliau berkata:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ فِي شَيْءٍ مِنْ دُعَائِهِ إِلاَّ فِي الاِسْتِسْقَاءِ
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah berdo'a dengan
mengangkat tangan, kecuali dalam isitisqa' (meminta hujan).[20]
Berdasarkan hadits ini, sebagian ulama berpendapat bahwa mengangkat
tangan ketika berdo'a tidak disyari'atkan, kecuali hanya dalam do'a
istisqa', do'a selainnya tidak disyari'atkan angkat tangan. Tetapi
hadits ini bertentangan dengan banyak hadits yang menunjukkan
disyari'atkannya mengangkat tangan selain isitisqa'. Oleh karena itu,
Syaikhul Islam berkata, ”Yang benar adalah mengangkat tangan secara
mutlak. Cara ini telah disebutkan secara mutawatir dalam hadits-hadits
yang shahih, seperti: Thufail ad-Dausi mendatangi Nabi, lalu
berkata, ’Wahai, Rasulullah. Sesungguhnya kabilah Daus telah durhaka,
laknatlah mereka.’ Maka Beliau menghadap kiblat dan mengangkat kedua
tangannya, ’Wahai, Allah. Berilah petunjuk kepada kabilah Daus, dan
datangkan mereka kepadaku’.”[21]
Dimuat dalam Shahihain, ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
mendo'akan Abu 'Amir, Beliau mengangkat kedua tangannya.[22] Disebutkan
dalam hadits 'Aisyah: ”Ketika mendo'akan sahabat yang dikuburkan di
Baqi', Beliau mengangkat kedua tangannya tiga kali”. [Diriwayatkan
Muslim].[23]
Dalam hadits tersebut dikatakan, Beliau mengangkat kedua tangannya lalu
berdo'a, ”Umatku, umatku,” di akhir hadits: ”Allah berfirman (artinya),
Aku akan menjadikan umatmu ridha kepadamu dan Kami tidak akan membuat
kamu sedih”.[24]
Pada perang Badr, ketika melihat orang-orang musyrik, Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam mengangkat kedua tangannya dan mulai memohon kepada
Rabb-nya. Beliau terus-menerus memohon, sampai-sampai selendangnya
terjatuh dari pundak. [25]
Dalam hadits Qois bin Sa'd dituturkan: Lalu Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam mengangkat kedua tangannya, lantas berdo'a,
الَّلهُمَّ اجْعَلْ صَلاَتَكَ وَرَحْمَتَكَ عَلَى آلِ سَعْدِ بْنِ عُبَادَةَ
Wahai, Allah. Berikan berkah dan rahmatMu kepada keluarga Sa'd bin Ubadah.[26]
Ketika mengirimkan pasukan, dan Ali ikut serta, Beliau berdo'a, ”Wahai,
Allah. Jangan matikan aku hingga aku melihat Ali.”[27] Di dalam hadits
qunut, Beliau juga mengangkat kedua tangannya. [28]
Syaikhul Islam lantas menyebutkan hadits Anas di muka, bahwa Nabi tidak
pernah berdo'a dengan mengangkat tangan selain di dalam shalat istisqa,
kemudian berkata:
Pengkompromian antara hadits Anas ini dengan banyak hadits, (telah)
diutarakan oleh sebagian ulama, bahwa Anas menyebutkan angkat tangan
tinggi-tinggi sehingga ketiak Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam
terlihat dan badan Beliau membungkuk. Cara inilah, yang oleh Ibnu Abbas
dinamakan ibtihal (permohonan yang sangat). Ibnu Abbas merinci cara
berdo'a ini menjadi tiga macam. Pertama, isyarat dengan telunjuk,
seperti yang dilakukan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika khutbah
di atas mimbar. Kedua, do'a permohonan. Dengan mengangkat kedua tangan
sejajar pundak. Demikian ini termuat dalam banyak hadits. Ketiga,
ibtihal. Yaitu seperti yang dituturkan Anas. Oleh karena itu Anas
berkata, ”Beliau mengangkat kedua tangannya sehingga nampak ketiaknya.”[29] Cara do'a ini dengan mengangkat kedua tangan tinggi-tinggi,
menghadapkan bagian dalam telapak tangan mengarah ke wajah dan tanah,
sedangkan punggung tangan mengarah ke langit. Penafsiran ini dikuatkan
oleh hadits yang diriwayatkan Abu Dawud dalam Kitab Marasilnya, dari
hadits Abu Ayub Sulaiman bin Musa ad-Dimasyqi rahimahullah, dia
berkata, ”Tidak tercatat dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bila Beliau mengangkat kedua tangan, kecuali pada tiga keadaan saja.
(Yaitu) ketika meminta hujan (istisqa'), meminta pertolongan, sore hari
di Arafah. Selain (dari waktu-waktu) itu, kadang kala mengangkat tangan,
kadang kala tidak.”[30] Mungkin yang dimaksud oleh Anas adalah ketika
Beliau berkhutbah pada hari Jum'at, seperti disebutkan di dalam Muslim
dan selainnya: ”Beliau tidak mengangkat tangan, kecuali jari
telunjuk.”[31] Dalam masalah ini didapati dua pendapat dalam madzhab
Imam Ahmad. Pertama, disunnahkan. Ini pendapat Ibnu Aqil. Kedua, tidak
disunnahkan, bahkan makruh. Pendapat ini lebih benar.[32] Demikian
keterangan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah.
al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan, penyelarasan antara
hadits Anas dengan hadits-hadits lainnya yang menetapkan adanya
mengangkat tangan beserta maknanya, bahwa yang dinafikan adalah cara
mengangkat tangan yang khusus, bukan cara mengangkat tangan itu sendiri.
Sebab, mengangkat tangan ketika do'a istisqa', berbeda dengan do'a
selainnya, seperti tangan diangkat tinggi sejajar wajah. Dan ketika do'a
permintaan (cara kedua, pen.), yaitu (dengan cara) tangan diangkat
sejajar pundak. Komproni ini jangan dipertentangkan dengan kedua hadits
tersebut, bahwa Beliau mengangkat tangan sehingga terlihat putih
ketiaknya. Namun bisa dikompromikan, bahwa terlihatnya putih ketiak
Beliau ketika do'a istisqa' itu menandakan, bila mengangkat tangan ketika
istisqa' lebih tinggi ketimbang mengangkat tangan ketika berdo'a pada
selainnya. Hal ini dikarenakan ketika istisqa', kedua telapak tangan
mengarah ke tanah, dan ketika berdo'a dihadapkan ke langit. al-Mundziri
berkata: ”Misalkan kompromi ini tidak mungkin dilakukan, namun adanya
mengangkat tangan dalam do'a ini lebih rajih (kuat)”. Saya (Ibnu Hajar),
mengatakan: ”Apalagi hadits yang menetapkan adanya mengangkat tangan
ini sangat banyak”. [Fathul Bari, 11/142]
Dari uraian di muka, jelaslah bahwa mengangkat tangan dalam berdo'a
disyari'atkan, baik dalam istisqa, atau selainnya. Bahkan mengangkat
tangan termasuk sebab-sebab terkabulnya do'a, sebagaimana disebutkan
dalam hadits “Sesungguhnya Rabb kalian itu Maha Pemalu dan Maha Mulia.
Dia merasa malu kepada hambaNya, ketika hamba mengangkat tangannya
kepadaNya, Dia mengembalikannya dalam keadaan kosong (tidak dikabulkan).
Hanya saja, mengangkat tangan ketika istisqa' itu lebih tinggi, karena
dalam keadaan susah dan merupakan permohonan yang sangat. Adapun
mengangkat tangan pada do'a selainnya, hanya setinggi pundak atau
sejajar dengannya, sebagaimana pengamalan dari hadits-hadits yang telah
disebutkan di awal.
Disebutkan dalam hadits Anas bin Malik yang lain: ”Bahwa Nabi melakukan
do'a istisqa' dan mengarahkan punggung telapak tangannya ke langit”.[33] Dalam hadits ini terdapat isyarat adanya mengangkat tangan
tinggi-tinggi ketika paceklik dan ketika istisqa'. Karena itu, Syaikhul
Islam berkata: ”Hal itu dikarenakan tangan diangkat tinggi-tinggi, maka
bagian dalam telapak tangannya mengarah ke bumi; bukannya di sengaja,
sebab ada riwayat yang menginformasikan bahwa Beliau mengangkat kedua
tangannya sejajar wajah”.
Syaikh Ibnu Utsamin rahimahullah berkata: Mengangkat tangan dalam berdo'a ada tiga macam,
Pertama : Jika ada dalil untuk mengangkat tangan, maka disunnahkan
mengangkat tangan, seperti (halnya) do'a istisqa', do'a di Shafa dan
Marwah, di Arafah.
Kedua : Ada dalil, namun tidak menunjukkan (adanya) mengangkat tangan,
(maka tidak disyari'atkan mengangkat tangan, pen), seperti do'a di dalam
sholat, tasyahud akhir.
Ketiga : Tidak ada dalil yang menerangkan mengangkat tangan, atau tidak
mengangkat tangan, maka pada asalnya, hendaknya mengangkat tangan; sebab
(hal) itu termasuk adab berdo'a.[34]
Selain itu, mengangkat tangan ketika berdo'a mengandung sikap
ketundukkan, merendahkan diri, kepasrahan, ketenangan serta penampakan
sikap membutuhkan dan memerlukan kepada Rabb Yang Maha Mulia. Semua ini
menjadi sebab terkabulnya do'a.
as-Safarini rahimahullah berkata : Ulama mengatakan, disyari'atkannya
mengangkat tangan ketika berdo'a hanyalah untuk menambah sikap
ketundukkan. Maka terkumpullah pada diri manusia suasana tunduk kala
beribadah. Selain itu, seringkali seorang hamba tidak kuasa untuk
menggugah hatinya dari kelalaian, sedangkan dia memiliki kekuatan untuk
menggerakkan tangan dan lisan. (Maka mengangkat tangan itu), menjadi
sarana menuju kekhusyu'an hati. Ulama mengatakan, gerakan anggota badan
menyebabkan kebahagiaan batin. Kondisi ini sebagaimana mengangkat
telunjuk ketika tasyahud dalam shalat. Dia mengumpulkan hati, lisannya
menerjemahkan dan gerakan badan mensucikannya.[35]
KESALAHAN MENGANGKAT TANGAN DALAM BERDO'A
Wajib bagi setiap muslim untuk bersemangat mengetahui petunjuk Nabi,
mengikuti langkahnya, menapaki manhajnya dan menjauhi cara-cara baru
yang dilakukan manusia dalam mengangkat tangan dan gerakan tangan ketika
berdo'a, yaitu cara-cara yang tidak berasal dari generasi terbaik dan
manusia paling sempurna do'a dan ketaatannya kepada Allah dan RasulNya.
Telah shahih datang dari Nabi, bahwa Beliau Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda :
إِذَا سَأَلْتمُ ُاللهَ فَاسْأَلُوْهُ بِبُطُوْنِ أَكُفِّكُمْ وَلاَ تَسْأَلُوْهُ بِظُهُوْرِهَا
Jika kalian memohon kepada Allah, maka mintalah dengan menghadapkan
telapak tangan bagian dalam kepadaNya, jangan menghadapkan punggung
telapak tangan.[36]
Maka wajib bagi setiap muslim untuk memperhatikan hadits-hadits Nabi
yang shahih dan komitmen dengannya. Sebab, petunjuk Beliau Shallallahu
'alaihi wa sallam merupakan petunjuk terbaik. Hindarilah sikap
berlebih-lebihan dalam mengangkat tangan ketika berdoa. Para salaf
sangat menghindari menempatkan cara-cara do'a tidak pada tempatnya;
seperti mengangkat kedua tangan ketika khutbah pada hari Jum'at, padahal
bukan do'a istisqa'. Mengangkat kedua tangan dalam berdo'a disyari'atkan
pada waktu lainnya.
Muslim meriwayatkan dari 'Umarah bin Ru'aibah, dia melihat Bisyr bin
Marwan mengangkat kedua tangannya ketika di atas mimbar. Maka 'Umarah
berkata: ”Semoga Allah menjelekkan kedua tangan itu. Sungguh aku pernah
melihat Rasulullah tidak lebih dari sekedar mengangkat tangannya
begini,” lalu ia mengisyaratkan dengan jari telunjuk”.[37]
Lalu bagaimanakah jadinya dengan orang yang membuat cara baru dalam
mengangkat tangan, atau gerakan yang tidak ada dasarnya? Siapa saja yang
mencermati keadaan orang-orang yang berdo'a, niscaya akan melihat cara
mereka yang aneh-aneh. [38]
Diantara keanehan itu, ada sebagian orang yang menurunkan tangannya di
bawah pusar atau sejajar pusar, dengan direnggangkan atau dirapatkan.
Jelas, ini merupakan bukti dari ketidakpedulian dan sedikitnya perhatian
terhadap masalah ini. Sebagian lain mengangkat tangan dengan
direnggangkan. Ujung jari-jari mengarah kiblat, tapi kedua ibu jari
mengarah ke langit. Ini jelas menyelisihi petunjuk Nabi pada hadits di
muka: Jika kalian memohon kepada Allah, maka mintalah dengan
menghadapkan telapak tangan bagian dalam kepadaNya. Yang lain,
mengangkat kedua tangannya dengan membalikkannya ke berbagai arah, atau
berdiri dengan menggerakkannya dengan gerakan yang bermacam-macam.
Sementara yang lain, jika berdo'a atau sebelum berdo'a mengusapkan satu
tangan ke tangan yang lain, atau mengibaskan tangannya atau gerakan
serupa lainnya. Lainnya lagi, usai mengangkat tangan lantas menciumnya;
yang demikian ini tidak ada asalnya.
Kesalahan lain, usai berdo'a mengusapkan kedua tangan ke wajahnya. Sifat
ini memang terdapat dalam sebagian hadits, hanya saja tidak shahih.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Banyak sekali hadits
shahih yang menginformasikan bahwa Nabi mengangkat tangan ketika
berdo'a. Namun mengusap wajah usai berdo'a tidak diriwayatkan dari
Beliau, kecuali hanya ada satu atau dua hadits, tetapi tidak bisa
dijadikan hujjah”.[39] Cara baru lainnya, yaitu mencium dua ibu jari,
lantas diletakkan pada dua mata ketika muadzin menyebut nama Nabi atau
di waktu lain. Cara ini memang terdapat dalam hadits, namun batil, tidak
sah dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, dengan redaksi
”Barangsiapa ketika mendengar adzan mengucapkan ‘Selamat datang, wahai
kecintaanku dan penyejuk kedua mataku, Muhammad bin Abdillah,’ lantas,
mencium ibu jarinya, lalu meletakkannya pada matanya, maka mata itu
selamanya tidak akan buta dan tidak sakit”. Banyak ulama yang menyatakan
hadits ini batil, tidak sah berasal dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam. [40]
Dan termasuk khayalan orang-orang sufi, sebagian mereka menyandarkan
ucapan hadits batil ini kepada Khidhir Alaihissallam.[41] Termasuk
bid'ah pula, yaitu sebagian orang merapatkan jari-jari tangan kanannya,
lantas diletakkan pada mata kanannya dan tangan kirinya pada mata kiri
dengan diiringi bacaan (al-Qur'an, pen) atau do'a.
Cara lain lagi yang tidak shahih, sebagian orang berdo'a dengan
meletakkan tangan di kepala usai salam. Sandaran mereka ialah hadits
Anas, dia berkata: ”Adalah Nabi, usai menunaikan shalat Beliau mengusap
jidatnya dengan tangan kanan, lalu berdo'a :
بِسْمِ اللهِ الَّذِى لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيْمُ اللَّهُمَّ أَذْهِبْ عَنِّي الْغَمَّ وَالْحَزَنَ
Dengan menyebut nama Allah yang tiada ilah yang berhak disembah, kecuali
Dia, Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Ya, Allah. Hilangkan kegundahan
dan kesedihanku”. [Diriwayatkan Thabrani di kitab al-Ausath dan al-Bazzar, namun tidak shahih].[42]
Kesalahan dalam berdo'a, sebagian orang yang shalat kadang-kadang
mengisyaratkan kedua jari telunjuknya ketika tasyahud. Diriwayatkan
dalam hadits shahih:
أَنَّ النَّبِيَّ مَرَّ عَلَى إِنْسَانٍ يَدْعُوْ وَهُوَ يُشِسْرُ
بأُصْبُعَيْهِ السَّبَابَتَيْنِ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحِّدْ أَحِّدْ
Nabi melewati seseorang yang berdo'a, dia berisyarat dengan kedua jari
telunjuknya, maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, ”Satu
saja, satu saja!”. [Diriwayatkan Tirmidzi] [43]
Penyimpangan lain, sebagian orang berdo'a mengangkat tangan pada waktu
tertentu tanpa didasari dalil syar'i, seperti mengangkat tangan setelah
iqomat untuk shalat, (yang dilakukan) sebelum takbiratul ihram atau
setelah salam dari shalat wajib secara bersama-sama atau
sendiri-sendiri.
Samahatusy Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahulah berkata:
”Sejauh pengetahuan saya, hadits yang menyebutkan Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam berdo'a dengan mengangkat tangan usai shalat wajib,
tidaklah shahih; tidak shahih pula dari para sahabat Nabi. Adapun yang
dilakukan sebagian orang itu adalah bid'ah, tidak ada dasarnya”.[44]
Kesalahan lain, yaitu mengangkat tangan dalam berdo'a usai sujud
tilawah, ketika melihat bulan dan waktu lainnya.
Kesimpulannya, waktu-waktu yang ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam masih hidup, namun beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak
mengangkat tangan dalam berdo'a ketika itu, maka tidak dibolehkan untuk
mengangkat tangan. Sebab, perbuatan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam
adalah sunnah, amalan yang ditinggalkan juga sunnah (untuk
ditinggalkan). Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah teladan yang
baik dalam amalan yang akan datang dan yang telah lalu. Wajib
mendasarkan amalan kepada apa-apa yang dibawa Nabi, dan meninggalkan
yang beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam tinggalkan.
(Dinukil dari Fiqhul Ad'iyyah Wal Adzkar, Syaikh Dr. Abdur Razzaq bin
Abdul Muhsin al-'Abbad, 2/172-197, oleh Abu Nu'aim al-Atsari)
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun VIII/1425H/2004M
Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.
8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]
_______
Footnote
[1]. Bukhari 7/198, secara mu'allaq.
[2]. Bukhari 7/198, secara mu'allaq.
[3]. Bukhari, no. 6.341.
[4]. Adabul Mufrad, no. 611. Lihat Shahih Bukhari, no. 2.937.
[5]. Adabul Mufrad, no. 614; Muslim, no. 116 tanpa kalimat "mengangkat kedua tangan".
[6]. Adabul Mufrad, no. 613.
[7]. Adabul Mufrad, no. 157.
[8]. Adabul Mufrad, no. 913.
[9]. Muslim, 901.
[10]. Muslim, 974.
[11]. Muslim, 1.780.
[12]. Bukhari, 2.597; Muslim, 1.832.
[13]. Muslim, 202.
[14]. Tirmidzi, 3.173 dan ini lafadznya; Nasa'i dalam Sunan Kubra,
1.439; al-Hakim dalam Mustadrak, 2/392. Nasa'i berkata, ”Ini hadits
mungkar. Aku tidak mengetahui ada yang meriwayatkannya selain Yunus bin
Sulaim. Dan Yunus ini, aku tidak mengetahui siapa dia. Allahu a'lam.”
[15]. Nasa'i dalam Sunan Kubra, 4.007 dan Sughra, 5/254 dengan sanad jayyid.
[16]. Abu Dawud, 5.185, dengan sanad jayyid. al-Albani menyebutkannya dalam Dha'if Sunan Abu Dawud, no. 1.111.
[17]. Abu Dawud, 1.488; Tirmidzi, 3.556, dishahihkan al-Albani dalam Shahih Jami', no. 1.753.
[18]. Abu Dawud, 1.489, 1.490; ath-Thabrani, 208. Dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud, no. 1.321, 1.322, 1.324, baik
secara mauquf ataupun marfu'.
[19]. Tashihud Du'a, hlm. 116-117.
[20]. Shahih Bukhari, no. 1.031; Muslim, 895.
[21]. Adabul Mufrad, no. 611. Disebutkan pula dalam Shahih Bukhari, 2.937 tanpa kalimat "mengangkat kedua tangan".
[22]. Bukhari, no. 4.323; Muslim, 2.498.
[23]. Muslim, no. 974.
[24]. Muslim, no. 202.
[25]. Muslim, no. 1.763.
[26]. Abu Dawud, no. 5.185. al-Albani menyebutkannya dalam Dha'if Sunan Abu Dawud, no. 1.111.
[27]. Tirmidzi, 3.737. al-Albani menyebutkan dalam Dha'if Sunan Tirmidzi, no. 781.
[28]. Musnad, 3/137; Baihaqi dalam Sunan Kubra, 2/211 dari Anas bin Malik.
[29]. Bukhari, no. 1.030 dan 1.031.
[30]. al-Marasil, no. 148.
[31]. Lihat Muslim, no. 874.
[32]. Lihat Syarah Tsulatsiyat Musnad, oleh as-Safarini 1/653-654.
[33]. Muslim, no. 896.
[34]. Liqo', Bab Maftuh, hlm. 17-18, secara ringkas.
[35]. Lihat Syarah Tsulatsiyat Musnad, 1/655-656.
[36]. Abu Dawud, no. 1486. Dishahihkan al-Albani di dalam Shahihah, no. 595.
[37]. Muslim, 874.
[38]. Lihat Tashihud Du'a, Syaikh Bakr Abu Zaid, hlm. 126-129.
[49]. Fatawa, 22/519. Lihat Bab Mengusap Wajah Usai Berdo'a, karya Syaikh Bakr Abu Zaid.
[40]. Lihat al-Fawa'id al-Majmu'ah Fil Ahaditsil Maudhu'ah, hlm. 20.
[41]. Lihat Lasyful Khafa, oleh al-Ajluni, 2/270.
[42]. Mu'jam al-Ausath, no. 2.499.
[43]. Tirmidzi, no. 3.557. Dishahihkan al-Albani dalam Shahih Sunan Tirmidzi no. 282.
[44]. Majmu Fatawa, 11/184.
Sumber : http://almanhaj.or.id/content/3271/slash/0