إِيَّاكُمْ وَالْـجُلُوسَ بِالطُّرُقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللهِ مَا بُدَّ لَنَا مِنْ مَـجَالِسِنَا نَتَحَدَّثُ فِيهَا
فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ إِنْ أَبَـيْتُمْ فَأَعْطُوا الطَّرِيقَ حَقَّهُ
قَالُوا وَمَا حَقُّ الطَّرِيقِ يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ غَضُّ البَصَرِ وَ كَفُّ الأَذَى
وَ رَدُّ السَّلاَمِ وَاْلأَمْرُ بِالْـمَعْرُوفِ وَ النَّهْيُ عَنِ الْـمُنْكَرِ
MAKNA LAFAZH HADITS
إِيَّاكُمْ | Adalah kalimat yang digunakan untuk mentahdzir (memberikan peringatan keras) terhadap sesuatu. | |
الطُّرُقَاتِ | Adalah jama' dari طرق, mufrodnya adalah طريق sehingga kalimat ini adalah merupakan جمع الجمع (dobel jama'). | |
لا بُدَّ | Tempat menghindar atau lari. | |
الكَفُّ | Yaitu menahan.[1] | |
غَضُّ البَصَرِ | Menundukkan pandangan dari yang diharamkan. | |
رَدُّ السَّلاَمِ | Menjawab salam orang yang lewat. | |
كَفُّ الأَذَى | Tidak mengganggu orang yang lewat, baik dengan ucapan maupun perbuatan.[2] |
TAKHRIJ HADITS
قِيْلَ وَمَا حَقُّهُ؟ قَالَ غَضُّ البَصَرِ وَ رَدُّ السَّلاَمِ وَإِرْشَادُ الضَالِ
jika kalian mesti berbuat demikian, maka berilah hak jalan".
Ada yang bertanya: "Apakah hak jalan itu?"
Beliau menjawab:
"Menundukan pandangan, menjawab salam,
dan menunjuki orang yang tersesat."
memerintahkan yang baik dan mencegah yang mungkar.
I. | Hadist Abi Hurairah mempunyai dua jalan: | ||
a. | Dari Ala' bin Abdurrahman dari bapaknya dari Abi Hurairah: ia menyebutkan hadits tersebut dengan lafadz: إِدْلاَلُ السَّائِلِ وَرَدُّ السَّلاَمِ وَغَضُّ الْبَصَرِ وَاْلأَمْرُ بِالْـمَعْرُوفِ وَ النَّهْيُ عَنِ الْـمُنْكَرِ Menunjuki orang yang bertanya, menjawab salam, menundukkan pandangan, memerintahkan yang baik dan mencegah yang mungkar. (Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Adabul Mufrad (1049) Aku (Al-albany) berkata: "Sanadnya shahih sesuai dengan syarat Muslim." | ||
b. | Dari Abdirrahman bin Ishaq dari said Al-Maqburiy dari Abi Hurairah dengan lafadz: وَغَضُّ الْبَصَرِ , وَإِرْشَادُ ابْنِ السَّبِيْلِ ,تَشْمِيْتُ الْعَاطِسِ إِذَا حَمِدَ اللهَ ,وَرَدُّ التَّحِيَّةِ Menundukan pandangan, menunjukkan Ibnu sabil, mendoakan orang yang bersin apabila dia mengucapkan hamdallâh, dan menjawab salam. Hadist ini juga di riwayatkan oleh Imam Bukhari (1014), Abu Dawud (4816), Ibnu Hibban (595). Dan sanadnya jayyid (bagus) menurut syarat Muslim. | ||
II. | Hadist Barra' diriwayatkan oleh Syu'bah dan yang lainya dari Abi Ishaq dari Abu Hurairah dengan lafadz: فَرَدُّوْا السَّلاَمَ ,وَأَعِيْـنُوْا الْـمَظْلُوْمَ ,وَاهْدُوْا السَّبِيْلَ Maka jawablah salam, dan tolonglah orang yang teraniaya, dan tunjukkanlah jalan. (Hadist ini di keluarkan oleh Timidzi: 2727, Ad-Darimy: 2/282, Ibnu Hibban: 596, juga Ath-Thahawy, Ahmad 4/282, 291, 393, 304.) At-Tirmidzi berkata: "Ini adalah hadits hasan." Aku (Al-Albany) berkata: "Ini adalah hadits shahih karena shayid-syahidnya (penguat-penguat) yang terdahulu. Sedangkan kalimat وَأَعِيْـنُوْا الْـمَظْلُوْمَ (tolonglah orang yang teraniaya) juga tersebut di dalam Shahihaini dari jalan lain dari Barra' dengan lafadz: أُمِرْنَا بِسَبْعٍ ... (الحديث) Kami diperintahkan untuk mengerjakan tujuh perkara…… (al-hadits)". Dan Imam Muslim menyebutkan dalam riwayatnya 6/135 dengan lafadz إِرْشَادُ الضَّالِ (menunjukkan orang yang tersesat). | ||
III. | Hadist Ibnu Abbas, diriwayatkan oleh Ibnu Abi Laila dari Dawud bin Ali dari bapaknya dari kakeknya yaitu Abdullah bin Abbas dengan lafadz: فَرَدُّوْا السَّلاَمَ ,وَ غَضُّوْا البَصَرَ ,وَاهْدُوْا السَّبِيْلَ وَأَعِيْـنُوْا عَلَى الْـحَمُوْلَةَ Maka jawablah salam, tundukkanlah pandangan, tunjukilah jalan serta tolonglah beban seseorang. Hadist ini di keluarkan oleh Al-Bazaar 2019 dan berkata: "Kami tidak mengetahui dari Ibnu Abbas selain dari jalan ini, dan telah diriwayatkan dari jalan lain dengan beberapa lafadz. Tetapi kami tidak mengetahui hadits: وَأَعِيْـنُوْا عَلَى الْـحَمُوْلَةَ (tolonglah beban seseorang) selain hadits ini. Adapun Dawud tidak kuat dalam haditsnya dan jangan dianggap dia selalu benar haditsnya, tetapi dapat ditulis manakala perawi lain tidak ada yang meriwayatkan." Aku Al-Albany berkata: "Dan Ibnu Abi Laila –namanya adalah Muhammad bin Abdirrahman– jelek hafalannya, sebagaimana cacat tersebut telah diterangakan oleh Al-Haitsami. Ia mengatakan seperti apa yang di katakan oleh Ibnu Hajar dalam Zawaid Al- Bazzar 2/211. | ||
IV. | Hadits Sahl, diriwayatkan oleh Abu Ma'syar, dia berkata: Abu Bakr bin Abdirrahman Al-Anshari telah menceritakan kepada kami dari Sahl, dengan lafadz: قَالُوْا : وَمَا حَقُّ الْـمَجْلِسِ؟ قَالَ ذِكْرُ اللهِ كَثِيْـرًا وَإِرْشَادُ السَّبِيْلِ, وَغَضُّ الْبَصَرِ Mereka bertanya: "Apa hak majelis?", Rasulullah menjawab: "Banyak mengingat Allâh, menunjukkan jalan, dan menundukan pandangan." (Hadist ini dikeluarkan oleh Ath-Thabrany dalam Al-Kabir 6/105/5592) |
Adapun hadits Wahsyi, diriwayatkan oleh Wahsyi bin Harb bin Wahsyi dari bapaknya dari kakeknya dengan lafadz:
dan tunjukkilah orang yang buta [5] serta tolonglah orang yang teraniaya.
(Hadist ini dikeluarkan oleh Ath-Thabrany juga 22/138/367)
Al-Haitsamy berkata: "Perawinya adalah terpercaya, dan sebagiannya adalah lemah".
BIOGRAFI PERAWI HADITS
PENJELASAN MAKNA HADITS
1. | Menundukan pandangan. | |
Betapa banyak kita saksikan muda-mudi yang berkeliaran tanpa tujuan yang jelas. Bahkan kadangkala motif mereka cuma mejeng dan cari perhatian, dengan penampilan mereka yang ala artis Barat. Belum lagi di tambah gaya mereka yang di bumbui dengan parfum atau wangi-wangian yang baunya sangat menusuk hidung. Jelas ini semuanya adalah musibah bagi orang yang melihatnya, khususnya bagi laki-laki yang imannya lemah, yang terbiasa duduk di pinggir jalan. Maka janganlah sampai kita memperturutkan pandangan kita, melihat para nyonya atau wanita penghibur yang senantiasa menebar virus fitnah tersebut. Karena Allâh Ta'âla mengharamkan hal itu, sebagaimana dalam firman-Nya: Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, Berdasarkan ayat ini, sebagian Ulama berpendapat tidak bolehnya memandang wanita yang bukan mahramnya, baik dengan syahwat atau tidak. [8]"Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allâh Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat". (QS. an-Nûr/24:30) Jika memandang wanita adalah haram, maka bagaimana halnya kalau ditambah dengan kata-kata keji atau jorok kepada orang yang lewat atau menuduh zina perempuan yang baik?! Tentu dosanya akan lebih besar di sisi Allâh Ta'âla. Sebagaimana kita dilarang memandang wanita yang sedang lewat, demikian pula haram bagi kita mengintip wanita yang menampakan auratnya karena suatu hajat atau sedang istirahat di rumah-rumah mereka. Jangan sampai mata kita disibukkan memandang hal yang haram. Tetapi mari kita pergunakan untuk melihat hal yang disyariatkan atau diperbolehkan, sebagai bukti syukur kita kepada Allâh atas kesempurnaan nikmat (indra) yang dianugerahkan-Nya kepada kita. | ||
2. | Menghilangkan gangguan. | |
Janganlah kita menyakiti orang lain, baik dengan perkataan atau perbuatan. Seperti mencela orang, atau memukul orang lain dengan tangan atau dengan tongkat tanpa kesalahan yang di lakukan orang tersebut. Termasuk juga merampas apa yang dibawa seseorang, membanjiri jalan dengan air supaya membasahi kaki orang yang lewat, menaruh gangguan di jalan agar orang yang lewat tersandung, melemparkan kotoran di tengah jalan, meletakkan duri di tengah jalan, supaya mengenai orang yang lewat; mempersempit jalan, dengan cara membuat majelis duduk yang dapat mengganggu tetangga dan wanita yang ingin keluar; atau membatasi gerak seseorang, dan lain sebagainya. Semua ini adalah contoh bentuk perbuatan tercela yang dapat merugikan orang lain dan wajib ditinggalkan. Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam menuturkan dalam sabdanya: Demi Allâh, dia tidaklah beriman; demi Allâh, dia tidaklah beriman; demi Allâh, dia tidaklah beriman. Beliau ditanya: "Siapakah wahai Rasûlullâh?" Yaitu orang yang tetangganya tidak merasa aman dari gangguannya.[9] Dalam riwayat lain beliau juga bersabda: "Seorang muslim adalah orang yang kaum muslimin selamat dari lisan dan tangannya, sedangkan muhajir adalah orang yang meninggalkan hal-hal yang dilarang oleh Allâh."[10] | ||
3. | Menjawab Salam | |
Menjawab salam merupakan kewajiban seorang muslim dan sunnah Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam yang patut diteladani. Janganlah kita bosan menjawab salam, walaupun orang yang lewat banyak, karena semua itu dapat menimbulkan kecintaan orang lain. Mereka akan menghormati dan memuliakan kita. Tidakkah kita senang kepada orang yang menyayangi kita serta menghargai orang yang memuliakan kita? Maka hendaklah kita membalas salam dengan yang semisalnya atau dengan yang lebih baik. Karena perkataan muslim sejati yang mendambakan keselamatan di dunia dan akhirat, jika diseru oleh Allâh dan Rasul-Nya kepada satu kebaikan, adalah "kami dengar dan kami taati". Allâh Ta'âla berfirman (yang artinya) : Sesungguhnya jawaban orang-orang mu'min, bila mereka dipanggil kepada Allâh dan Rasul-Nya agar Rasul mengadili diantara mereka ialah ucapan "Kami mendengar dan kami patuh." Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS. an-Nur/24:51) | ||
4. | Memerintahkan kebaikan dan mencegah dari kemungkaran. | |
Memerintah kebaikan dan mencegah kemungkaran merupakan kewajiban mulia bagi seorang muslim terhadap saudaranya muslim. Apabila kita melihat sebuah gerobak (pedati) bermuatan berat ditarik seekor binatang, atau kita menyaksikan seekor hewan yang membawa suatu barang berat di luar kemampauannya, ini termasuk kemungkaran. Maka mintalah sang pengemudi atau pemiliknya meringankan beban muatannya. Jika kita melihat dua orang lewat saling mencaci atau berkelahi, maka perintahkanlah keduanya untuk berhenti. Jika kita melihat seorang pemuda yang menggoda seorang gadis atau menghalang-halangi jalannya, maka berilah ia nasihat supaya menghentikan perbuatannya dan berjalan di atas jalan yang lurus. Seandainya dia menolak, maka kerjakanlah apa yang dapat kamu lakukan dengan tanpa ceroboh atau merugikan diri kamu sendiri. Begitu pula kalau kita mengetahui ada orang menambah takaran (dengan tanpa keridhaan) atau mengurangi timbangan, maka perintahlah ia supaya berbuat adil. Demikian juga kecurangan lain yang dilakukan para pedagang, harus diingkari. Dan kewajiban kita adalah meluruskannya.[11] |
Inilah beberapa adab yang harus diperhatikan oleh orang yang duduk di jalan. Dari empat adab yang telah dijelaskan hadits di atas, terdapat penambahan adab dalam riwayat hadits yang lain, yaitu:
- Riwayat Abu Dawud, dengan tambahan ‘Menunjukan ibnu sabil dan mendoakan orang bersin apabila ia memuji Allâh’.
- Riwayat Said bin Mansur dengan tambahan: ‘Menolong orang yang ketakutan.’
- Riwayat Al-Bazaar dengan tambahan: ‘Membantu orang yang kesusahan.’
- Riwayat Ath-Thabrani dengan tambahan: ‘Menolong orang yang teraniaya serta banyak berdzikir kepeda Allâh.’[12]
suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allâh
dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allâh.
(QS. al-Ahzab/33:21)
Beliau shallallâhu 'alaihi wa sallam adalah sebaik-baik suri tauladan dan benar-benar berakhlak mulia.
(QS. al-Qalam/68:4)
MUTIARA FAIDAH HADITS
"Hendaklah mereka menahan pandangannya,
dan memelihara kemaluannya;
yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka,
sesungguhnya Allâh Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat".
(QS. an-Nûr/24: 30)
Apabila perintah Allâh ini ditujukan langsung kepada generasi pertama yang suci, sedangkan sebagian wanita waktu itu tidaklah terlihat kecuali tangan dan mukanya, maka perintah menundukkan pandangan di zaman sekarang semakin kuat. Apalagi sekarang sudah banyak dijumpai wanita berpakaian tetapi telanjang, mereka termasuk ahli neraka sebagaimana yang disabdakan oleh Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam :
yang belum pernah aku lihat keduanya …
Wanita berpakaian tapi telanjang,
(berjalan) sambil condong serta berlenggaklenggok,
kepala mereka seperti punuk unta,
mereka tidak akan masuk surga…
(Al-Hadits)
(QS. al-Baqarah/2:61)
KESIMPULAN DAN PENUTUP
meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat baginya.[17]
Mudah-mudahan tulisan ini bisa menggugah khususnya para kaum muda dan kepada kaum muslimin umumnya untuk bisa memanfaatkan waktu lebih baik lagi dengan hanya beribadah kepada Allâh, karena kita tidak tahu kapan akhir hayat kita.
No response to “Adab Duduk di Pinggir Jalan”
Posting Komentar