Hukum Melafadzkan Niat


Pada saat sekarang ini banyak kaum muslimin yang selalu dihantui rasa was-was, sehingga setan dengan leluasa untuk menggodanya. Misalnya kita melihat orang yang akan melaksanakan sholat bertakbir, namun dia selalu mengulangi takbirnya itu, karena ia pikir niatnya tidak sah atau batal. Sehingga kadang seolah-olah dia terpaksa merelakan takbirnya ketika imam sudah ruku’. Dia menganggap niatnya telah batal padahal yang namanya niat sampai kapanpun tidak pernah batal.
Apa itu niat? Niat adalah kehendak dan tekad untuk melakukan sesuatu dan tempatnya adalah di dalam hati, bahkan pada dasarnya tidak ada hubungannya dengan lisan atau bibir kita. Artinya, niat itu bukan untuk diucapkan. Dan untuk memperjelas masalah ini, disini akan diutarakan pendapat para Ulama’ baik madzhab Maliki, Hanafi, Syafi’I dan Hanbali.
1.      Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah berkata : “Melafadzkan niat menunjukkan kekurangan dalam berfikir dan beragama. Jika dilihat dari kacamata agama, maka melafadzkan niat termasuk perkara bid’ah, sedangkan jika dilihat dari kacamata akal, maka orang yang melafadzkan niat sama seperti orang yang hendak menyantap makanan sambil berkata: “Aku berniat meletakkan tanganku di piring ini, aku ingin mengambil sesuap darinya, lalu memasukkannya ke mulut, mengunyahnya dan menelannya agar aku kenyang”. Tentu hal ini menunjukkan ketidak beresan dalam akalnya.”
2.      Ibnul Qoyyim Rahimahullah berkata : “Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah mengucapkan “nawaitu ro’al hadats” (aku berniat menghilangkan hadats). Beliau sama sekali tidak pernah berbuat seperti itu, tidak pula seorang pun dari sahabat. Sekalipun lafadz niat itu hanya satu huruf, tidak pula ditegaskan riwayat yang shohih maupun dho’if.”
3.      Al-Imam Asy-Syafi’i berkata : “Was-was dalam niat shalat dan thaharah termasuk kebodohan terhadap syari’at atau membingungkan akal.”
4.      Ibnu Abil Izz Al-Hanafi berkata : “Tidak ada seorang Ulama’ pun dari empat Imam Madzhab, tidak Asy-Syafi’i maupun lainnya yang mensyariatkan melafadzkan niat. Menurut kesepakatan mereka niat itu tempatnya di hati.”
5.      Abu Abdillah Muhammad bin Al-Qosim At-Tunisi Al-Maliki berkata : “Niat itu termasuk perbuatan hati. Mengeraskan lafadz niat termasuk bid’ah, selain itu juga bisa mengganggu konsentrasi orang lain.”
6.      Syaikh Abdul Aziz bin Bazz berkata : “Melafadzkan niat adalah bid’ah, sebab tidak pernah ada riwayat dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dan seorang sahabat pun. Maka meninggalkannya adalah wajib, sebab tempat niat ada didalam hati dan sama sekali tidak diperlukan lafadz niat.”
Demikianlah pernyataan dari Ulama’ Madzhab Arba’ah, lalu madzhab siapakah yang akan kita ikuti kalau dari keempat Imam Madzhab tersebut sepakat tentang tidak disyariatkannya melafadzkan niat. Jadi niat secara lisan itu tidak ada tuntunannya dan ditentang para Ulama’ besar maka termasuk bid’ah, dan bid’ah adalah menyesatkan serta tidak diterima/ditolak amalnya oleh Allah SWT. Semoga jadi koreksi buat diri kita sendiri dan insya Allah bermanfaat. Wallahu A’lamu Bishshowab.




* Maroji’ :
- Ighotsatul Lahfan, Ibnul Qoyyim
- 101 Kekeliruan Dalam Thaharah, Sulaiman Abdurrahman Al Isa
- Fatwa-fatwa Shalat, Syaikh Abdul Aziz bin Bazz
- Bahaya Sikap Was-was, Ibnul Qoyyim
- Bid’ah Dalam Masjid, Muhammad Jamal Al Qosimy
- Membedah akar bid’ah, Ali Hasan Al Halaby Al Atsar    

No response to “Hukum Melafadzkan Niat”

Posting Komentar

- popular posts -

- followers -