Tentang Ijtihad

Tanya:
Assalamu’alaikum wr.wb.
mohon penjelasan tentang ijtihad, pengertiannya, siapa saja yang boleh berijtihad, dan dalam bidang apa boleh berijtihad. syukran katsir.

Jawab:
Ijtihad adalah mengerahkan segenap kemampuan guna mengetahui hukum syar’i.
Tidak semua orang boleh berijtihad, yang bisa berijtihad (mujtahid) hanyalah orang-orang yang memenuhi semua criteria berikut:
1. Mengetahui dalil-dalil syar’i yang dia butuhkan dalam ijtihadnya, yaitu ayat-ayat dan hadits-hadits ahkam.
2. Mempunyai kemampuan untuk membedakan antara hadits yang bisa dipakai berdalil dengan hadits yang tidak bisa dipakai berdalil.
3. Mengetahui masalah nasikh dan mansukh serta masalah-masalah yang disepakati para ulama. Agar jangan sampai berhukum dengan ayat yang sudah mansukh atau menetapkan sesuatu yang bertentangan dengan ijma’.
4. Mahir dalam ilmu ushul fiqhi yang dengannya dia bisa mempergunakan dalil-dalil syar’i dengan penggunaan yang benar dan tepat.
5. Mahir dalam ilmu bahasa arab. Mengingat kedua wahyu turun dalam bahasa arab, maka tentunya tidak aka nada orang yang bisa memahami kedua wahyu itu dengan benar kecuali orang yang paham akan bahasa arab.

Ijitihad tidaklah dilakukan pada semua permasalahan agama, dia hanya boleh dilakukan pada dua perkara secara umum:
1. Perkara yang warid di dalamnya nash-nash yang sifatnya zhanni (dugaan), baik zhann tersebut pada keabsahan dalilnya maupun zhann tersebut pada dilalahnya (makna yang ditunjukkan oleh dalil tersebut).
2. Perkara yang tidak ada nash di dalamnya, baik dari Al-Qur`an, sunnah, maupun ijma’.

Adapun pada selain kedua perkara di atas maka tidak diperbolehkan adanya ijtihad, yaitu:
1. Perkara-perkara aqidah.
2. Perkara yang dipastikan hukumnya secara dharurah (tanpa perlu dipelajari), yaitu semua perkara yang telah disepakati (ijma’) oleh kaum muslimin. Misalnya haramnya zina dan khamar, wajibnya shalat dan haji.
3. Yang dipastikan keabsahan (qath’i) penukilan dan dilalahnya. Semisal lafazh-lafazh khusus yang merupakan nash-nash qath’i dalam hukum yang disebutkan, contohnya jumlah cambukan bagi pelaku zina (yang belum menikah) dan orang yang menuduh berzina tanpa ada saksi.

[rujukan: Ushul min Ilmi Al-Ushul hal. 74-75 dan Taysir Ilmi Ushul Al-Fiqh hal. 378-380]

No response to “Tentang Ijtihad”

Posting Komentar

- popular posts -

- followers -